IMM Gelar Diskusi Bertemakan “Refleksi Pasca Pemilu Serentak”

Reporter : Anang

PALEMBANG, Mattanews.co – Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Sumsel menggelar acara Diskusi Publik dan Buka Puasa Bersama disalah satu rumah makan Jalan Demang Lebar Daun yang melibatkan organisasi kepemudaan, organisasi mahasiswa hingga Cipayung Plus dengan tema “Refleksi Pasca Pemilu Serentak 2019”, Selasa (22/05/2019).

Pada kesempatan itu Ketua IMM Sumsel Muhammad Iqbal mengajak para audiens untuk memberikan pemikiran dan ide serta upaya yang nantikan akan dibawa ke pihak penyelenggara Pemilu KPU dan Bawaslu.

Karenanya, mereka meminta kepada pihak-pihak yang ingin mendeligitimasi proses dan hasil Pemilu untuk dihentikan. Sebab, mereka merasa Pemilu serentak antara Pilpres dan Pileg sudah berjalan damai, jujur dan adil. “Menolak segala bentuk upaya delegitimasi terhadap proses pemilu yang telah berlangsung apalagi di lakukan dengan cara inkonstitusional serta menghormati apapun yang menjadi hasil dari pemilu tersebut. Apabila ada indikasi kecurangan, baiknya menempuh jalur konstitusi sesuai dengan prosedur yang berlaku,” ujar Muhammad Iqbal.

Menurut dia, upaya-upaya untuk mendelegitimasi proses dan hasil Pemilu serentak merupakan preseden buruk bagi demokrasi di Indonesia. Apalagi latar belakang upaya delegitimasi adalah karena ketakutan akan kekalahan dalam proses demokrasi yang sah seperti pemilihan umum. Disebutkan, tindakan-tindakan seperti ini perlu dibendung, agar demokrasi di Indonesia tidak terjerumus ke dalam praktik-praktik tidak baik yang menciptakan ketakutan-ketakutan massal di masyarakat.

“Kami mengajak seluruh elemen masyarakat untuk turut bersama memastikan proses demokrasi di Indonesia tetap berlangsung aman dan damai. Mengajak seluruh elemen masyarakat untuk memberikan dukungan penuh kepada KPU dan Bawaslu dalam kerja-kerja mereka ke depan. Hal ini sangat penting, agar KPU dan Bawaslu dapat bekerja secara profesional, tenang, dan jujur tanpa dipengaruhi oleh tekanan-tekanan dari luar,” tegasnya.

Selain itu, Muhammad Iqbal mengajak seluruh masyarakat untuk tetap menjaga kondusifitas di lingkungan masyarakat.

Sementara itu, Ketua Badko HMI Sumbagsel Bambang Irawan mengatakan, pemahaman Pemilu itu 5 tahun sekali. Namun UU yang saya nilai salah akibat peran elit politik. Contoh, Pemilu itu memang 5 tahun, tapi tidak ada namanya harus serentak, itu sudah diluar konteks, dewan dipusat itu sepertinya tidak memiliki kompetensi, sehingga menjadikan Pemilu serentak sebagai uji coba.

“Ini saya lihat sebuah desain segelintir orang yang memaksakan sumber daya manusia kita yang ada. Dewan yang membuat produk Pemilu serentak usai 17 April lalu setahu saya meminta kembali agar Pilpres dan Pilkada dipisahkan. Artinya memang peran elite politik yang mengaturnya,” terang dia.

Jika tahun Pemilu 2024 menjadi tujuh jurusan, sambung Bambang, akan terkesan memaksakan, padahal Pemilu 2019 belum usai persoalannya. “Ada baiknya kita luruskan produk hukumnya dulu, dan terasa yang menjadi kambing hitamnya saat ini yaitu penyelenggara Pemilu KPU dan Bawaslu,” tandasnya.

Ditempat yang sama, Organisasi Pemuda OKU Selatan (Orda) mengatakan Pemilu tahun ini telah gagal. Kepercayaan masyarakat sangat kurang.

Sedangkan menurut, Perhimpunan Pemuda Pali (Perma Pali) sepakat Pemilu tahun ini sebuah barang uji coba yang gagal, sepakat jika Pilpres dan Pikeg dipisahkan. ” Untuk gerakan People Power atau Kedaulatan Rakyat sah saja, tapi harus sesuai koridor, jika melampaui batas maka dilarang,” ujar dia.

Perwakilan HMI Palembang lainnya Hatta menuturkan hal serupa, jika ia sepakat kecurangan penyelenggara Pemilu secara TSM, tapi yang memilih dan melahirkan komisioner KPU maupun Bawaslu dipilih oleh DPR RI. Saran saya daerah komisionernya dikembalikan ke komisioner Provinsi, dan komisioner RI dipilih jangan oleh Partai.

Diskusi tersebut menghasilkan sebuah rangkuman yang disampaikan oleh Iqbal yakni, mendukung kerja kerja KPU secara kontitusional dan meminta KPU bertanggung jawab kepada publik atas tuduhan tuduhan yang terjadi, meminta pihak Bawaslu agar melakukan perbaikan terhadap proses rekrutmen petugas KPPS, meminta kepada penegak hukum agar tidak melakukan kriminalisasi terhadap sebagaian masyarakat yang menggelar aksi Pemilu, kemudian meminta kepada pihak terkait supaya membentuk tim khusus pencari fakta terkait kematian 600 orang lebih para petugas KPPS di seluruh Indonesia.

Editor : Anang

Bagikan :

Pos terkait