“Dalam patroli siber yang rutin kami lakukan ada bagian tertentu yang ada di berita online tidak benar. Contoh temuan hoax pernah ditemukan waktu Pemilu sudah banyak, mulai tentang pelaksanaan kegiatan sampai pemungutan suara kita temukan berita hoax. Kami tetap memberitakan (counter) bahwa apa yang disebarkan itu tidak benar,” ungkapnya.
Dewan Kehormatan Provinsi PWI Sumsel Oktaf Riyadi mengatakan, salah satu hoax yang paling tipis dijumpai adalah pencitraan.
“Tanpa kita sadari, pencitraan itu adalah bentuk hoax yang paling tipis. Makanya prinsip independen mesti tetap dipegang oleh kita sebagai jurnalis, beda dengan yang namanya netral. Tak bisa diintervensi kita tidak boleh berpihak dan tidak boleh beretikat buruk. Jangan hanya satu paslon yang diberitakan tapi semuanya dan apa adanya,” tuturnya.
Menurutnya peran jurnalis dalam Pilkada bukan menjadi ‘hakim’. Namun berada di tengah-tengah layaknya wasit.
“Yang pasti wartawan itu wasit. Wasit yang menengahi dan itu tugas kita mendukung Pemilu/Pilkada yang berkualitas. Kalau yang bagus ya diangkat, yang jeleknya juga diangkat apa adanya,” katanya.