BERITA TERKININUSANTARAPENDIDIKAN

Kegiatan Pemalang Inspiring Teacher 2025 Tuai Polemik, Praktisi Hukum: Ketika Guru Dibebani, Regulasi Dikesampingkan

×

Kegiatan Pemalang Inspiring Teacher 2025 Tuai Polemik, Praktisi Hukum: Ketika Guru Dibebani, Regulasi Dikesampingkan

Sebarkan artikel ini

MATTANEWS.CO, PEMALANG – Kegiatan bertajuk ‘Pemalang Inspiring Teacher 2025′ yang sejatinya dimaksudkan untuk menginspirasi para pendidik, justru menuai polemik karena diduga menjadi ajang pungutan liar terselubung.

Praktisi hukum Dr (c) Imam Subiyanto SH MH CPM mengatakan, para guru yang selama ini menjadi garda depan pendidikan, dipaksa merogoh kocek Rp200 ribu demi sebuah kegiatan tanpa payung hukum yang jelas.

“Pungutan itu tidak datang dari keputusan resmi pemerintah, melainkan menyebar lewat grup WhatsApp Gebyar Pendidikan Pemalang’. Melalui jalur informal ini, para Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) di masing-masing Kelompok Wilayah Kerja (KWK) menginstruksikan sekolah-sekolah untuk mengumpulkan dana dari guru-guru. Dalihnya, untuk menutup biaya kegiatan yang akan digelar 21 Agustus mendatang di Lapangan Widuri,” papar Imam, Rabu (13/08/2025).

Oleh karena itu, dirinya mempertanyakan transparasi dan akuntabilitas publik. Apalagi lanjut Imam, tidak ada Surat Keputusan dari Dinas Pendidikan.

“Tidak ada petunjuk teknis. Tidak ada dasar hukum. Hanya janji akan mendapat snack, kotak makan siang, door prize, dan artis tamu,” jelasnya.

Menurutnya, pungutan tersebut memberatkan guru, di tengah beban profesional dan ekonomi yang tidak ringan. Lebih dari sekadar kegiatan biasa, pungutan ini juga mencerminkan kekacauan tata kelola pendidikan daerah.

“Bagaimana mungkin kegiatan yang katanya menginspirasi justru berpotensi melanggar hukum dan mencederai etika kepemimpinan?,” tanya Imam.

Imam menuturkan, pungutan tanpa dasar hukum tertulis patut diduga sebagai pungutan liar (pungli). Ia menegaskan, Pasal 181 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2003 melarang pemungutan biaya pendidikan yang tidak sesuai peraturan. Sedangkan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 mengatur bahwa kontribusi masyarakat dalam pendidikan harus sukarela, tidak mengikat, dan tidak menjadi syarat mengikuti kegiatan.

“Disampaikan lewat WA, tanpa SK, lalu dibebankan kepada guru melalui kepala sekolah? Ini bisa dikategorikan pungli, dan jika terbukti ada unsur pemaksaan atau penyalahgunaan jabatan, pelaku bisa dijerat UU Tipikor,” tegas Imam..

Lebih mengkhawatirkan, kata Imam, pungutan ini tidak sepenuhnya bersifat sukarela. Sejumlah guru mengaku tidak enak hati menolak karena dihimpun langsung oleh kepala sekolah. Tak sedikit yang khawatir dianggap tidak loyal terhadap program sekolah atau Dinas jika menolak membayar.

Diutarakan Imam, fenomena ini menyingkap sisi gelap dalam manajemen pendidikan daerah, budaya birokrasi yang menekan dari atas ke bawah, hingga membuat guru tak punya pilihan selain patuh, meski nuraninya menolak.

Selain itu, Imam menyebutkan kegiatan ini semestinya jadi momentum refleksi, bukan sekadar seremoni. Jika Pemkab Pemalang benar peduli pada dunia pendidikan, langkah pertama yang harus diambil adalah klarifikasi terbuka dan penghentian pungutan.

“Jika memang kegiatan ini penting, pembiayaannya bisa berasal dari APBD, CSR, atau sponsor resmi—bukan dari kantong pribadi guru. Memberi beban finansial kepada guru demi membiayai acara beraroma glamor adalah kebijakan yang tidak bijak dan patut dikritik,” ucapnya.

Tak hanya itu Imam meminta inspektorat dan aparat penegak hukum sudah saatnya tidak tinggal diam. Menurutnya, pungutan tanpa dasar jelas, dikaitkan dengan jabatan struktural, dan mengandung tekanan implisit itu bukan sekadar masalah etika, tapi indikasi pelanggaran hukum.

Imam menjelaskan pendidikan adalah ruang pengabdian, bukan ladang iuran. Jika kegiatan ini tetap dipaksakan tanpa kejelasan hukum, maka yang terinspirasi bukanlah para guru, melainkan mereka yang berhasil memanfaatkan sistem untuk kepentingan sempit.

“Kami membuka ruang bagi Dinas Pendidikan dan seluruh pihak terkait untuk memberikan klarifikasi. Namun satu hal pasti, publik layak tahu dan guru layak dilindungi,” tukasnya.