BERITA TERKINIHEADLINEHUKUM & KRIMINALNUSANTARAPEMERINTAHAN

Bupati Kapuas Hulu Minta Konflik Masyarakat Desa Bika dan PT BIA Diselesaikan Melalui Mediasi

×

Bupati Kapuas Hulu Minta Konflik Masyarakat Desa Bika dan PT BIA Diselesaikan Melalui Mediasi

Sebarkan artikel ini

MATTANEWS.CO, KAPUAS HULU – Bupati Kapuas Hulu, Fransiskus Diaan, angkat bicara terkait persoalan antara masyarakat Desa Bika dengan perusahaan perkebunan PT Borneo Internasional (BIA).

Ia menegaskan, Pemerintah Kabupaten tidak berpihak kepada salah satu pihak, namun berupaya mencari solusi yang adil bagi masyarakat maupun perusahaan.

“Kita tidak memfasilitasi untuk berpihak, tetapi mencari jalan tengah agar masyarakat tidak dirugikan dan perusahaan juga tetap diuntungkan,” jelas Bupati Fransiskus Diaan.

Dia menyebut, Tim Penyelesaian Permasalahan Pertanahan Kabupaten (TP3K) sebelumnya telah melakukan upaya fasilitasi, namun hingga kini belum ada titik temu.

Bupati memastikan komunikasi dengan kedua pihak akan terus dilakukan. Menurutnya, tuntutan masyarakat tetap harus menjadi perhatian perusahaan, namun penyelesaiannya juga tidak boleh memberatkan perusahaan.

“Komunikasi akan kita lanjutkan. Tuntutan masyarakat tentu diperhatikan, tetapi harus proporsional,” tegasnya.

Terkait Hak Guna Usaha (HGU) PT BIA, Fransiskus Diaan menjelaskan bahwa izin tersebut telah terbit sejak tahun 2012.

Ia menilai proses administrasi dan sosialisasi sebelum penerbitan HGU seharusnya sudah dilakukan perusahaan kepada masyarakat.

Namun, mengingat waktu yang telah berlalu, perubahan tokoh masyarakat dan aparatur desa membuat sebagian warga mungkin sudah tidak lagi memahami proses awalnya.

“Bayangkan, dari 2012. Tokohnya sudah berbeda, masyarakat juga banyak yang lupa. Tapi proses sebelum HGU terbit itu pasti ada sosialisasi,” jelasnya.

Bupati juga menyoroti tindakan masyarakat yang disebut menahan alat berat yang beroperasi di wilayah tersebut.

Ia mengingatkan bahwa tindakan semacam itu dapat masuk dalam ranah pidana, terlebih alat tersebut bukan milik perusahaan secara langsung, melainkan pihak pelaksana lapangan seperti kontraktor land clearing.

“Kalau sudah menahan alat dan menghambat pekerjaan tanpa koordinasi, itu bisa masuk pidana. Karena alat itu bukan milik perusahaan saja, ada pihak ketiga yang bekerja,” tegasnya.

Meski demikian, ia tetap meminta agar langkah persuasif dikedepankan. Bupati berharap proses mediasi dapat dibuka kembali agar konflik tidak meluas dan bisa menemukan kesepakatan bersama.

“Kita minta persoalan ini dimediasi lagi. Saya yakin pasti ada jalan keluarnya,” tukas Bupati Fransiskus Diaan.