BERITA TERKINIHEADLINEPEMERINTAHAN

Keterbatasan Fiskal Bupati Muchendi Kembali Mengetuk Pintu Kementerian

×

Keterbatasan Fiskal Bupati Muchendi Kembali Mengetuk Pintu Kementerian

Sebarkan artikel ini

MATTANEWS.CO, OKI – Bupati Ogan Komering Ilir (OKI) H. Muchendi Mahzareki pulang dari Jakarta dengan sinyal dukungan setelah bertemu Menteri PPN/Bappenas, Rachmat Pambudy. Namun seperti lazimnya politik pembangunan di negeri ini, tepukan bahu dan anggukan persetujuan acap kali lebih cepat diberikan ketimbang realisasi anggaran.

Dan di antara semua itu, pesan paling penting justru terselip di balik percakapan, yakni bukan sekadar siapa yang mengetuk pintu pusat semata, tetapi sejauh mana daerah mampu membereskan rumahnya sendiri.

Muchendi membawa daftar panjang rencana pembangunan dari Kampung Nelayan Merah Putih, jaringan gas kota, jalan lingkar Kayuagung, hingga RSUD Tipe D Pampangan,

“Wilayah kami terluas di Sumatera, dukungan pusat sangat menentukan percepatan pembangunan,” katanya Kamis (11/12) kemarin.

Sebuah argumen klasik yang kerap dibawa kepala daerah ketika berhadapan dengan kementerian. Masalahnya, daftar panjang itu justru menyingkap persoalan lain, terkadang tidak semua yang diajukan benar-benar prioritas. Di Kabupaten OKI, seperti di banyak daerah lain, ruang fiskal habis bukan hanya oleh program prioritas, tetapi oleh proyek-proyek yang lahir tanpa ukuran kebutuhan yang jelas. Terlalu banyak kegiatan yang lahir demi memuaskan semua pihak termasuk usulan Pokok Pikiran (Pokir) dewan meski dampaknya minim bagi publik.

Kecenderungan ini tidak luput dari sindiran halus Menteri Rachmat Pambudy, yang memang di awali memberikan pujian, “OKI punya peluang besar untuk maju jika potensinya difokuskan,” ucapnya.

Kalimat itu sendiri dapat di artikan mengandung makna lain, fokus disini sama artinya Bupati harus berani memangkas anggaran. Sebagai Kepala daerah yang matang sebagai wakil rakyat, kejelian Muchendi harusnya telah terasah dengan baik dalam memilah mana program strategis dan mana hanya daftar belanja rutin yang dibungkus pembangunan,

Bukan itu saja, Rachmat kemudian menegaskan sesuatu yang lebih menantang, Transfer ke Daerah (TKD) menurun, dan pemerintah pusat tak lagi bisa bersikap royal. Daerah harus menggenjot PAD, menggandeng dunia usaha, dan menyiapkan proposal yang “siap dieksekusi”, bukan sekadar mantap dipresentasikan.

Sebetulnya, Bappenas dan Kemenkeu kini memiliki mekanisme insentif fiskal kinerja lanjutan dari skema Dana Insentif Daerah (DID) yang hanya diberikan kepada daerah dengan pengelolaan anggaran yang efisien, pelayanan publik yang membaik, serta hasil nyata pengurangan kemiskinan dan stunting.

Pemerintah pusat telah berkali-kali menegaskan bahwa daerah dengan perencanaan buruk dan serapan anggaran rendah tidak mungkin mendapatkan insentif tambahan. Peluang tambahan fiskal ini dipandang lebih terhormat ketimbang wara-wiri di pintu kementerian.

Menteri Keuangan Purbaya Sadewa pernah mengingatkan, “Insentif fiskal bukan hadiah, tetapi apresiasi bagi daerah yang mengelola anggaran dengan baik.” Pesan itu relevan bagi Kabupaten OKI. Dengan kata lain, jalan tercepat mendapatkan dukungan dana pusat bukan lewat banyaknya usulan, tetapi memperbaiki kualitas belanja daerah.

Sebab bagaimana pun, mencari dukungan dari Jakarta sah-sah saja. Namun hal yang lebih rasional dan lebih diharapkan kementerian adalah pembenahan struktur anggaran daerah. Memangkas kegiatan yang tidak memenuhi skala prioritas, menertibkan Pokir yang tidak berdampak, kemudian memperkuat dokumen teknis, dan memastikan setiap rupiah belanja benar-benar berkontribusi pada pelayanan publik secara langsung. Salah satu contoh misalnya, hindari perjalanan dinas seperti rombongan pengantin mengawal Bupati ke berbagai tempat. Cukuplah yang berkompeten saja. Selain anggaran dapat di hemat, menunjukkan juga sikap prihatin akan keterbatasan fiskal.

Kunjungan Muchendi adalah langkah awal yang tepat. Tetapi tanpa keberanian merapikan dapur anggaran, usulan besar akan terus berputar dalam siklus lama, disampaikan dengan penuh optimisme, disambut dengan senyuman, namun sering hilang dalam daftar panjang kompetisi usulan daerah lainnya secara nasional.

Lompatan pembangunan Kabupaten OKI hanya bisa terjadi bila pemerintah daerah berani mengambil keputusan yang tidak populer dengan memangkas, memfokuskan, dan memperbaiki tata kelola. Tanpa itu, pintu pusat mungkin terbuka, tetapi tidak pernah benar-benar memberi jalan. Dengan demikian, nyali birokrat muda seperti Muchendi tengah menghadapi tantangan, take it or leave it.(*)