MATTANEWS.CO, PADANGSIDIMPUAN – Praktisi hukum sekaligus advokat Kota Medan, Abdur Rozzak Harahap, SH, mempertanyakan keberanian jaksa Kejari Padangsidimpuan, apa berani melakukan penuntutan hukuman mati terhadap para pelaku dugaan tindak pidana korupsi dana belanja tidak terduga (BTT) untuk kegiatan operasional petugas monitoring Covid-19 di Dinas Kesehatan Padangsidimpuan?
Rozzak juga mempertanyakan, apa Jaksa berani menuntut kedua tersangka, yakni oknum Kepala Dinas Kesehatan berinsial, SS, dan Bendahara Pengeluarannya, PH, dengan Pasal 2 (2) UU Tipikor? Sebab, kata Rozzak, tersangka lakukan dugaan tindak pidana korupsi saat terjadi bencana alam wabah Covid-19 yang oleh pemerintah telah ditetapkan sebagai bencana alam Nasional.
“Tuntutan hukuman mati ke tersangka, sangat beralasan hukum. Alasan tersebut dikarenakan dana BTT Covid-19 yang dikorupsi oleh tersangka adalah dana dari pemerintah yang telah mengucurkan dana tambahan belanja APBN TA 2020 untuk penanganan Covid-19 total Rp405,1 triliun,” kata Rozzak ke wartawan lewat WhatsApp, Rabu (29/6/2022) malam.
Rozzak merinci, dari Rp405,1 triliun itu di antaranya Rp75 triliun untuk belanja bidang kesehatan, Rp110 triliun untuk perlindungan sosial, Rp70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat, serta Rp150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi Nasional (PEN).
Rozzak menjabarkan, di dalam Pasal 2 (1) UU No.31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (UU Tipikor) jo Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 25/PUU-XIV/2016 diterangkan bahwa, pejabat pemerintahan yang diberi amanat mengelola dana itu dan menyalahgunakan kewenangannya, dapat diancam sanksi pidana yang berlaku bagi pemerintah pusat maupun daerah.
Adapun bunyi peraturannya, yakni setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun.
“Serta, denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar. Selanjutnya, pada Pasal 2 (2) UU Tipikor No.31/1999 tersebut menegaskan bahwa dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan,” tegasnya.
Lebih jauh, Rozzak menerangkan bahwa yang dimaksud yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam Pasal 2 (2) UU Tipikor No.31/1999 adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi, yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam Nasional.
“Lalu, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, serta pengulangan tindak pidana korupsi,” jabarnya.
Rozzak mengutarakan, penyalahgunaan alokasi dana penanggulangan wabah Covid-19 dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi yang dilakukan dalam “keadaan tertentu”. Bahkan, pelaku tindak pidana korupsinya, dapat diancam dengan pidana tuntunan dan pidana hukuman mati.
“Oleh karenanya, cukup beralasan hukum dan berdasarkan fakta-fakta di persidangan nantinya, Jaksa Penuntut Umum Kejari Padangsidimpuan dalam surat dakwaannya wajib mendakwa tersangka dengan Pasal 2 (2) UU No.31/1999 tentang tindak pidana korupsi,” bebernya.
Sebelumnya, Kejari Padangsidimpuan di hadapan wartawan disela konferensi pers telah menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dana BTT untuk kegiatan operasional petugas monitoring Covid-19 di Dinas Kesehatan Padangsidimpuan. Penetapan tersangka pada kasus tersebut, terbilang telah lewati serangkaian proses yang panjang sejak dimulainya penyelidikan pada 2020 lalu.
Kajari Padangsidimpuan, Jasmin Manullang, SH, MH, menyebut, berdasar penyelidikan dan penyidikan yang telah dan sedang berlangsung, tim penyidik Kejari Padangsidimpuan, telah menemukan dua alat bukti yang cukup serta berdasarkan audit yang dilakukan auditor indpenden, telah ditemukan kerugian keuangan negara sebesar Rp352.200.000.
Kata Kajari, kedua tersangka dijerat Pasal 2 (1) jo Pasal 18 dan Pasal 3 (1) jo Pasal 18 UU RI No 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo UU RI No.20/2001 tentang perubahan UU RI No.31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHPidana.
“Kalau ancaman hukuman dengan Pasal ini, maksimalnya 20 (tahun kurungan penjara),” ujar Kajari.
Writter : M Reza Fahlefi
Editor : Chitet