Lanjutkan Sidang Sugaan Korupsi Penjualan Aset Yayasan Batanghari Sembilan
MATTANEWS.CO, PALEMBANG – Sidang perkara dugaan korupsi penjualan aset Yayasan Batanghari Sembilan (YBS), yang menjerat tiga terdakwa atas nama Harobin Mustofa mantan Sekda Kota Palembang, Yuherman mantan Kasi Pemetaan BPN Palembang dan Usman Goni selaku kuasa penjual aset, kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, dengan agenda menghadirkan Ahli, Kamis (3/7/2025).
Sidang diketuai oleh majelis hakim Pitriadi SH MH, menghadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sidang Sumsel, serta mengahdirkan 3 orang terdakwa didampingi oleh penasehat hukumnya masing-masing.
Salah satu ahli yang dihadirkan dalam persidangan yaitu , Prof. Dr. Joni Emirzon, SH, M.Hum, pakar hukum perdata dan kelembagaan, saat memaparkan keahliannya dihadapan majelis hakim menegaskan, bahwa berdasarkan Undang-Undang Yayasan, kekayaan yayasan bersifat mandiri dan tidak dapat diperlakukan seperti aset pribadi, ia menyebutkan bahwa penjualan aset hanya sah bila dilakukan oleh organ yayasan yang sah dan sesuai prosedur.
“Yayasan itu berbadan hukum sendiri, memiliki kekayaan terpisah dari pendirinya. Pembubaran pun tidak bisa sembarangan,” terang Prof Joni.
Prof Joni juga menjabarkan, bahwa hanya tiga mekanisme sah dalam membubarkan yayasan oleh pembina jika tujuan selesai yaitu oleh Kejaksaan jika melanggar ketertiban, atau melalui Putusan Pengadilan, pembubaran Yayasan harus diikuti dengan proses likuidasi oleh likuidator.
“Setelah itu barulah aset dapat disalurkan sesuai ketentuan. Jika pembubaran tidak dilakukan secara sah, maka pengalihan aset tanpa prosedur itu berpotensi melanggar hukum, tapi tidak serta-merta masuk ranah pidana,” ungkapnya.
Sementara itu kuasa hukum terdakwa HRB yaitu Ridho Junaidi, SH MH, mengatakan, bahwa pihaknya sangat sepakat dengan keterangan ahli kemarin, karena menurut kami secara hukumnya harta Yayasan dengan pendiri itu bedah dan terpisah.
“Ketika Yayasan itu dianggap bubar, itu tidak bisa karena ada mekanismenya, apa mekanismenya jika diatur di ADRT tujuannya sudah tercapai, salah satunya melalui Putusan Pengadilan, yang memiliki hak untuk mengajukan pembubaran, Putusan Pengadilan diantaranya yaitu pihak ketiga atau Jaksa Penuntut Umum,” urai Redho Jum’at (4/7/2025).
Redho juga menyatakan, bahwa dalam perkara ini belum ada Putusan Pengadilan perdata, yang menyatakan bahwa yayasan tersebut bubar.
“Pertanyaan kami? dari mana sudut pandangnya sehingga memandang bahwa harta aset itu adalah milik pemerintah, sedangkan itu secara notabenenya, menurut keterangan ahli kemarin tetap milik yayasan, meski yayasan tersebut fakum,” urainya.
Dalam fakta persidangan kemarin, juga terungkap oleh ahli, bisa tidak seandainya negara melakukan perbuatan melawan hukum? Ya bisa contohnya perkara ini.
Redho menjelaskan, keterangan ahli Hukum Saut Parulian Panjaitan, bahwa Sekda menghubungi Camat untuk melakukan suatu perbuatan pelayanan publik denga kata-kata, sesuai ketentuan peraturan undang-undang, menurut ahli hal tersebut adalah hal yg benar, tidak ada yg salah dan bukan bentuk intervensi karena ada kata sesuai ketentuan peraturan undang-undangan, dan dalam perkara ini tidak ada bukti kliennya menerima keuntungan pribadi dari penjualan aset tersebut.
“Tidak ada kerugian negara karena ini bukan aset negara, dan tidak ada pula keuntungan pribadi yang diterima HRB,” tutup Redho kepada awak media. .