MATTANEWS.CO, PALEMBANG – Sidang dugaan perkara korupsi akuisisi kontraktor tambang batu bara PT Satria Bahana Sarana (PT.SBS) oleh anak perusahaan PT Bukit Asam Tbk (PT.BA) yaitu PT Bukit Multi Investama (BMI) kembali berjalan di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, dengan agenda sidang lanjutan masih menghadirkan Ahli, Jum’at (8/3/2024).
Sidang diketuai oleh majelis hakim Pitriadi SH MH didampingi empat hakim anggota, dihadiri tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Muara Enim, serta menghadirkan beberapa Ahli.
Saat memaparkan keahliannya, Ahli Hukum Kontrak Bisnis Prof DJumardin dari Universitas Lombok mengatakan, ketika kesepakatan lisan dijadikan kesepakatan tertulis menutut saya bisa saja karena objek perjanjian bisa barang, bisa jasa untuk melakukan pekerjaan tergantung dengan perjanjian.
“Boleh-boleh saja, namun perlindungan patutnya harus tertulis biar tahu hak-haknya,” terangnya.
Prof DJumardin juga memaparkan, BUMN persero milik pemerintah, ketika BUMN mengalami kerugian, yang dialami persero bukan sebagai kerugian keuangan negara.
“Terkait kerugian yang diderita oleh anak perusahaan BUMN, maka berlaku seperti diatur dalam undang-undang PP pasal 97, Ketika direksi diberikan kepercayaan untuk mengelola suatu perusahaan maka patokannya adalah, itikad Baik dan internal Kejujuran dan eksternalnya Kepatutan sepanjang dua aturan ini diterapkan maka tidak berlaku pasal 97,” terangnya.
Sementara itu Ahli Korporasi Prof Abdul Halim menampakkan, berdasarkan ketentuan perseroan terbatas ketika diwakili oleh pemilik saham khusunya mayoritas, ketika pemegang saham melakukan negoisasi bukan mengatas namakan perseroan tidak apa-apa, perjanjian kesepakatan yang diambil oleh direksi itu tergantung dari kesepakatan dan itu diatur dalam Anggaran Dasar.
“Pembelian saham minoritas oleh pemilik saham mayoritas ketika dijual, harus dipilah bertindak sebagai perseroan maka yang bertanggung jawab adalah perseroan, ketika proses Akuisisi sesuai dengan aturan secara normatif menurut keilmuan saya sah-sah saja secara korporasi sah-sah saja,” tegasnya.
Prof Abdul Halim juga mengatakan, pengambilalihan lewat pemegang saham, anak perusahaan adalah uang swasta murni, anak perusaahan BUMN bukan perusahaan Negara, ketika mengalami kerugian dianak perusahaan BUMN maka harus dibuktikan dulu.
“Karena keuangan Anak perusahan BUMN bukan uang negara, karena kalau tidak ada uang negara maka tidak ada korupsi, saya melihat dari hukum perseroan uang anak perusahaan BUMN bukan uang negara,” tegasnya.
Usai sidang tim penasehat hukum para terdakwa mengatakan, saya menyimpulkan dari keterangan saksi-saksi yang dihadirkan dalam persidangan, keterangan para terdakwa menjadi klimaks dari rangkaian awal peristiwa, hasilnya sangat baik khususnya bagi PT.BA dan juga bagi PT.SBS.
“Bahkan dari informasi yang kami peroleh PT.SBS tahun 2024 ini akan melakukan go publik, ini menggambarkan kinerja, keuangan, produksi dan lain-lain sudah membaik, persyaratan untuk go publik itu sangat berat dan saat ini prosesnya kearah sana, saya melihat ini kebesaran hati Tjahyono Imawan dua Vendor mempunyai hutang kepada PT.SBS tetapi keduanya tidak bisa membayar karena tidak bisa menjual batubara karena biaya tambang terlalu tinggi, akhirnya diambil alih Tjahyono Imawan secara pribadi dan itu lah kebesaran, dan keihklasan dirinya yang merelakan perusahaannya diambil alih dan mengeluarkan uang secara pribadi demi kebesaran PT.BA” tegas Gunadi.
Gunadi juga menjelaskan, terkait Ahli yang dihadirkan oleh pihak Tjahyono Imawan memperkuat dengan mengatakan BUMN pun tidak masuk dalam lingkup keuangan negara karena dana yang diserahkan oleh negara kepada BUMN sudah sudah berubah menjadi saham dan negara hanya berhak kepada Deviden sehingga kalau ada keuntungan negara akan mendapatkan sebesar Deviden dan sebesar saham yang dimiliki.
“terkait dakwaan penuntut umum, hingga saat ini kami bingung, karena sampai saat ini belum ada terjadi kerugian negara berdasarkan keterangan saksi dan Ahli, karena PT.SBS menunjukan perkembangan yang signifikan,” tegasnya.
Dalam dakwaan JPU, Bahwa terdakwa Nurtima Tobing bersama-sama dengan para terdakwa lainnya telah melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang menyebabkan kerugian keuangan negara dalam hal ini PT Bukit Asam (PT.BA) sebesar Rp 162 miliar.