MATTANEWS.CO, PALEMBANG — Salah satu aktivis perempuan Kota Palembang, Dr Conie Pania Puteri mengecam keras adanya tindakan suami yang menghalangi kedua anak yang masih di bawah umur bertemu dengan ibu kandungnya, terlebih lagi masih ASI, Minggu (27/4/2025).
Menurut wanita yang juga praktisi hukum dan advokat ini, perbuatan tersebut melanggar hukum, meskipun sempat terjadi pertengkaran terhadap kedua orang tuanya, silahkan saja aparat kepolisian memproses dan membuktikan dugaan KDRT sesuai hukum dan undang-undang yang berlaku.
“Saya menyoroti, ada dua anak yang masih kecil belum berusia 12 tahun, Pasal 105 huruf a kompilasi hukum Islam menyebutkan Pemeliharaan anak yang belum Mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya. Kecuali, ibunya itu dalam kondisi Sakit Jiwa, narkoba atau hal lain yang tidak memungkinkan, sehingga diberikan pengadilan hak asuhnya kepada orang lain,” ungkap dosen tetap Fakultas Hukum UMP ini.
Lebih gamblang, Pasal 330 KUHP, Barang siapa dengan sengaja menarik seorang yang belum cukup umur dari kekuasaan yang menurut undang – undang ditentukan atas dirinya, atau dari pengawasan orang yang berwenang untuk, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Bilamana dalam hal ini dilakukan tipu muslihat, atau ancaman kekerasan, atau bilamana anaknya belum berumur dua belas tahun, dijatuhkan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
“Saya sangat mengecam keras tindakan itu dan akan ikut berjuang membantu ahar ibunya dapat bertemu dan mengasuh anaknya. Saya juga mengajak pihak terkait seperti UPTD Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, baik provinsi maupun kota, WCC, KPAD, serta DPRD Sumsel khusunya Komisi V untuk ikut memperjuangkan hal ini,” jelasnya.
Conie menambahkan, pihaknya akan berkoordinasi dengan unit PPA, baik Polda Sumsel maupun Polrestabes Palembang, karena diantara anak tersebut masih berusia 2 tahun dan masih ASI dengan ibunya.
“Bayangkan ini momentum Hari Kartini, perjuangan Kartini dalam Perlindungan dan pemberdayaan perempuan, ternyata masih ada perempuan yang tertindas dan mengalami kekerasan psikis dan fisik. Jadi para perempuan di Sumsel harus berjuang karena ini momentum. Jelas kita sangat mengecam dan mari semua pihak dan pemerhati perempuan kita semua mengawal sampai seorang ibu dapat bertemu kembali dengan anaknya,” urainya.