BERITA TERKINI

Aliansi Masyarakat Pantura Bersatu Grudug DPU-TR Pemalang, Imam Subiyanto: Alarm Kegagalan Tata Kelola

×

Aliansi Masyarakat Pantura Bersatu Grudug DPU-TR Pemalang, Imam Subiyanto: Alarm Kegagalan Tata Kelola

Sebarkan artikel ini

MATTANEWS.CO, PEMALANG – Gelombang protes terhadap kinerja Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPU-TR) Kabupaten Pemalang kembali menguat, Senin (15/12/2025).

Aliansi Masyarakat Pantura Bersatu menggelar aksi unjuk rasa di kantor DPU-TR, membawa 11 poin tuntutan terkait buruknya pengelolaan dan transparansi pembangunan infrastruktur di wilayah Pantura.

Aksi berulang yang menjadikan DPU-TR sebagai sasaran utama kritik publik dinilai bukan lagi insiden biasa, melainkan indikator serius kegagalan tata kelola pemerintahan daerah.

Praktisi hukum dan akademisi asal Pemalang, Imam Subiyanto SH MH CPM menilai bahwa frekuensi demonstrasi terhadap OPD yang sama menunjukkan adanya masalah struktural, bukan sekadar persoalan teknis lapangan.

“Kalau satu OPD terus-menerus didemo, itu bukan lagi soal miskomunikasi. Itu sinyal kuat adanya problem tata kelola, transparansi, bahkan potensi maladministrasi,” tegas Imam

Menurut Imam, pembangunan infrastruktur yang menggunakan uang rakyat wajib tunduk pada prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dan partisipasi publik sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, serta asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB).

Namun realitas di lapangan, lanjut Imam, justru menunjukkan sebaliknya. Hal ini yang mencederai prinsip good governance dan berpotensi masuk kategori penyalahgunaan kewenangan secara sistemik.

“Ketika masyarakat harus turun ke jalan hanya untuk menagih transparansi, itu artinya mekanisme birokrasi telah gagal menjalankan fungsi dasarnya,” ungkapnya.

Imam juga mengingatkan bahwa ketertutupan informasi proyek, minimnya pengawasan publik, dan buruknya kualitas infrastruktur dapat berujung pada konsekuensi hukum, termasuk pertanggungjawaban administrasi hingga pidana apabila ditemukan unsur perbuatan melawan hukum.

Lebih jauh, Imam secara terbuka mendesak Bupati Pemalang untuk turun tangan langsung, bukan sekadar menyerahkan persoalan kepada internal OPD.

“Bupati tidak boleh berlindung di balik birokrasi. Ketika kepercayaan publik runtuh, yang dipertaruhkan bukan hanya nama satu dinas, tetapi legitimasi pemerintahan daerah secara keseluruhan,” katanya.

Ia menilai, pembiaran terhadap kondisi ini justru berpotensi memperkuat anggapan publik bahwa pemerintah daerah tidak memiliki kemauan politik untuk membenahi tata kelola pembangunan.

Menutup pernyataannya, Imam mengingatkan bahwa sektor infrastruktur adalah ruang rawan penyimpangan apabila tidak diawasi secara ketat.

“Jangan jadikan infrastruktur sebagai ladang kekuasaan atau proyek elitis. Jika aspirasi publik terus diabaikan, maka eskalasi konflik sosial dan krisis kepercayaan hanya tinggal menunggu waktu,” ujarnya.

Sementara itu, Koordinator Lapangan Aliansi Masyarakat Pantura Bersatu, Hamu Fauzy, menegaskan bahwa aksi tersebut merupakan penagihan janji pemerintah daerah yang sebelumnya telah menyepakati 11 poin tuntutan masyarakat terkait infrastruktur dari mulai 4 September 2025 sampai sekarang tidak ada kejelasan.

“Kami datang bukan untuk gaduh. Kami datang karena janji belum ditepati. Salah satu tuntutan utama kami adalah keterbukaan informasi publik. Kalau proyek dibiayai APBD, rakyat berhak tahu,” tegas Hamu.

Massa aksi juga menuntut agar pemerintah daerah memberikan ruang kepada insan pers, LSM, maupun masyarakat sipil dalam menjalankan fungsi kontrol sosialnya.

Aksi ini menjadi pengingat keras bahwa pembangunan tanpa transparansi bukan kemajuan, melainkan kemunduran demokrasi lokal.