BERITA TERKINIHEADLINEHUKUM & KRIMINALPEMERINTAHAN

Anggaran Inspektorat OKI Disebut Fantastis, Siapa Mengawasi Sang Pengawas?

×

Anggaran Inspektorat OKI Disebut Fantastis, Siapa Mengawasi Sang Pengawas?

Sebarkan artikel ini

MATTANEWS.CO, OKI – Kinerja Inspektorat Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) kembali memantik sorotan. Saban tahun, lembaga ini menyerap anggaran pengawasan nyaris tanpa sisa, namun hasilnya tak pernah benar-benar kasatmata. Sejak tiga tahun berjalan, dengan serapan dana konsisten mendekati 100 persen, tapi jejak audit yang terverifikasi justru nihil. Pertanyaan mendasar pun menyeruak, siapa sebenarnya yang mengawasi sang pengawas?

Inspektorat semestinya menjadi benteng terakhir penjaga uang rakyat. Namun, di OKI, benteng itu tampak berdiri tanpa jendela. Tanpa akses publik atas laporan audit, tindak lanjut temuan, atau nilai kerugian negara yang diselamatkan, lembaga ini seolah bekerja dalam ruang kedap suara. Terlalu sunyi untuk sebuah institusi yang digadang-gadang sebagai wajah transparansi pemerintah daerah.

Ironi itu kian telanjang dalam APBD 2025. Anggaran melonjak, namun peruntukannya mengundang tanya. Simak saja alokasinya:
– Pengawasan Kinerja Pemda Rp 1,4
– Pengawasan Keuangan Pemda Rp 460 Juta
– Pengawasan Desa Rp 600 Juta
– Kerjasama Pengawasan Internal Rp 664 Juta
– Pengawasan dengan Tujuan Tertentu Rp 970 Juta
– Perumusan Kebijakan Bidang Pengawasan Rp 257 Juta
– Pengadaan Gedung Kantor Rp 3,08 M
– Pemeliharaan atau Rehabilitasi Gedung Rp 100 Juta
– Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Rp 938 Juta
– Bahan Bacaan dan Peraturan Rp 70 Juta

Ironisnya, disaat kinerja pengawasan masih mengundang tanda tanya, namun pembangunan fisik justru dikebut. Seolah-olah menara pengawas perlu dibangun lebih tinggi, meski pandangan di dalamnya tetap kabur.

Persoalannya bukan sekadar efisiensi, melainkan absennya mekanisme kendali. Tanpa pengawasan eksternal yang menggigit baik dari kepala daerah, DPRD, maupun publik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) rentan berubah dari penjaga gerbang menjadi “pemilik” gerbang itu sendiri. Dan ketika gerbang tak lagi dijaga, celah penyimpangan justru menganga lebar.

Respons Inspektur Inspektorat OKI Syaparudin saat dimintai konfirmasi disebut kian memperkeruh suasana.

“Kantor bae dindo, lemak cerito (Ke kantor saja Dinda, enak cerita-RED),” jawab Syaparudin.

Hal ini menyiratkan satu hal yakni transparansi belum dianggap sebagai kewajiban moral. Sikap ini tak hanya meremehkan, tapi juga memperlebar jurang ketidakpercayaan antara pengawas dan publik yang uangnya mereka kelola.

Pengamat Kebijakan Publik, Salim Kosim, menyayangkan ketidakseimbangan ini. Menurutnya, Inspektorat sebagai Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) memiliki tanggung jawab vital dalam menjaga akuntabilitas anggaran dan pelaksanaan program Pemda.

Dirinya menyayangkan jika kinerja Inspektorat tidak sebanding dengan anggaran jumbo yang digelontorkan. Ini menunjukkan adanya masalah serius dalam efektivitas pengawasan,” tegas Salim Kosim.

“Bupati OKI harus bertindak tegas dan segera mengevaluasi kinerja serta penyerapan anggaran Inspektorat secara menyeluruh,” tegasnya.l

Dilanjutkan Salim, masalah utama di OKI bukanlah kurangnya dana, melainkan defisit keterbukaan. Pengawasan tanpa transparansi hanyalah ritual administratif, bukan instrumen akuntabilitas. Dirinya menegaskan Inspektorat OKI wajib membuka data kinerja secara rutin dan terukur.

Tanpa itu, dirinya menganggap pengawasan internal hanya akan berjalan di lorong gelap, dimana anggaran mengalir deras, laporan menumpuk, namun semuanya berhenti di ruang yang tak dapat tersentuh publik.

“Rakyat tak menuntut hal muluk. Mereka hanya ingin memastikan uang pajak mereka bekerja. Selama sang pengawas tak tersentuh pengawasan, harapan itu akan terus menguap, hilang ditelan birokrasi yang tertutup,” tandasnya.