Kemelut RSGM Sumsel: Ketika Sistem Baru, Dokter Sedikit, dan BPJS Membuat Pasien Terlantar (PART 1)
PALEMBANG, MATTANEWS.CO — Setiap orang tentu berharap pemeriksaan gigi dapat dilakukan secepatnya. Namun bagi sebagian pasien Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) Sumatera Selatan, harapan itu menjauh sejak diberlakukannya sistem pendaftaran baru yang mewajibkan penggunaan aplikasi JKN mulai 2 Oktober 2025.
Di ruang tunggu yang penuh, di antara wajah-wajah letih, seorang pasien dari Musi Banyuasin, Dani, sudah duduk sejak pagi. Ia menunggu namanya dipanggil sambil menggenggam sebuah map berisi rekam medis.
“Saya sudah daftar dua minggu lalu, baru hari ini bisa masuk,” katanya pelan, menyimpan kelelahan yang tidak bisa disembunyikan, Selasa (9/12/2025).
Lebih mengejutkan, sepupunya yang baru mendaftar pada November ini justru mendapat antrean untuk Januari tahun depan.
“Kami cuma bisa terima. Tak ada pilihan lain,” ujarnya.
Dari Tidak Tahu, Menjadi Korban Sistem Baru
Berbeda dengan Dani, Rudi, warga Palembang, mengalami kebingungan sejak awal. Ia datang langsung ke rumah sakit, belum mengetahui aturan pendaftaran online.
“Ternyata harus lewat JKN. Yang ngarahin malah security,” keluhnya.
“Daftar bisa, tapi karena pasien numpuk, pelayanan baru bisa dua minggu kemudian.”
Pagi itu, Rudi datang sekitar pukul 08.00 WIB, namun menjelang azan Jumat berkumandang, namanya belum juga dipanggil. Ia merasa beberapa pasien yang datang setelahnya justru lebih dulu dilayani.
“Jangan sampai nomor antrean disalip. Ini yang bikin sakit hati,” ungkapnya.
Cerita-cerita seperti ini kini menjadi bagian dari wajah baru pelayanan kesehatan RSGM Sumsel.
Ruang Tunggu yang Sesak & Harapan yang Menguap
Pantauan lapangan menunjukkan antrean yang padat, keluhan yang berulang, dan kebingungan pasien yang tidak paham proses digital. Sistem yang seharusnya menyederhanakan justru menjadi beban baru.
Banyak pasien lansia yang tidak terbiasa memakai aplikasi mengalami kesulitan. Ada yang mengandalkan bantuan anak, ada yang meminta tolong petugas. Namun alur yang panjang tetap tidak bisa terhindarkan.
Dari 300 Pasien Menjadi 12 Pasien per Dokter
Sebelum perubahan aturan, pelayanan dapat mencapai 200–300 pasien per hari. Namun kini, setiap dokter hanya melayani 12 pasien saja:
10 pasien BPJS,
2 pasien umum/asuransi lain.
Keterbatasan ini menjadi faktor utama penumpukan. RSGM Sumsel memiliki hanya 7 dokter yang bertugas, jumlah yang sangat jauh dari memadai.
Dijelaskan oleh Kasubag TU RS Gigi dan Mulut Sumsel, Yulis, sebenarnya jumlah pasien di RS ini bukan dibatasi. Hanya saja untuk membuat pelayanan lebih baik lagi. Maka jumlah pasien yang mendaftar akan diarahkan sesuai dengan jumlah dokter yang dimiliki RS ini. Sehingga pelayanan kepada pasien bisa dirasakan dengan baik.
Jadi untuk dokter sendiri dapat melayani sebanyak 12 pasien saja. Untuk rasio perbandingan pelayanan sendiri adalah 10 pasien di layani oleh atau memakai BPJS sedangkan dua pasien lagi untuk umum dan asuransi lainya.
“Saat ini kita hanya memiliki sebanyak 7 orang dokter saja. Tentu saja hal ini jauh dari kata cukup. Kami juga berharap dari semua pihak untuk bisa mengatasi masalah ini. Sebab untuk dokter spesialis gigi sangat terbatas,” jelas dia.
Dan bahkan beberapa perawat mengakui, hari-hari sejak penerapan sistem JKN online ini menjadi masa tersibuk mereka.
“Sering jadi sasaran amarah pasien,” kata seorang petugas administrasi yang enggan disebut namanya.
Apakah Sistem Antrian Digital Salah?
Pertanyaannya bukan pada aplikasi, tetapi ketidaksiapan infrastruktur dan minimnya tenaga medis.
Inovasi digital memang penting, tetapi penerapannya tanpa edukasi, tanpa sosialisasi langsung, dan tanpa kesiapan pasien hanya menghasilkan kekacauan.
Pelayanan kesehatan seharusnya inklusif terutama bagi masyarakat kecil dan lansia yang paling bergantung pada layanan pemerintah.
Penutup
Di balik antrean panjang itu, terlihat masalah yang jauh lebih besar dari sekadar sistem antrian. Tulisan ini baru permukaan. Pada seri berikutnya, kami mengurai akar persoalan mendasar: krisis dokter spesialis yang menghantui Sumatera Selatan.














