“Hari ini kita hanya mendengar kronologis permasalahannya. Sudah kita dengar bersama, bahwa lahan mereka digusur, dan komisi I baru mendengar satu pihak. Makanya perlu mendengarkan dari pihak yang dilaporkan, yaitu pihak PT Timur Jaya Grup,” ungkapnya.
Dari keterangan warga, hanya ada izin usaha sementara. PT Timur Jaya Grup juga, tidak menunjukkan surat tanah secara jelas dan melakukan penggusuran tanpa putusan pengadilan.
Sekjen Komite Reforma Agraria Sumatera Selatan (KRASS) yang mendampingi warga, Dedek Chaniago menuturkan, kalau lahan warga digusur dengan alasan pihak PT Timur Jaya Grup mengaku punya sertifikat.
Padahal sesuai dengan UU Agraria No 5 tahun 1960, walaupun punya sertifikat tapi lahan tidak dikelola dengan baik itu harus di cabut, karena dianggap tanah terlantar.
Warga meminta keadilan melalui wakilnya, dan berharap, ada solusi yang bisa dimenangkan rakyat atas hak warga adalah cangkul dan parang.
“Siapa yang lama menggarap tanah itu, kemudian dikelola dengan baik. Itu sudah diatur oleh negara di pasal 7 yakni tanah harus jadi fungsi sosial,” ucapnya.