Ekskavator Tak Bertuan Ditemukan di Tengah Hutan Mangrove Aceh Tamiang

Reporter : Zulfi

ACEH TAMIANG, Mattanews.co Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) III Aceh menemukan satu unit alat berat jenis Ekskavator, yang berada di tengah-tengah kawasan hutan produksi mangrove di Kampung Kuala Penaga, Kecamatan Bendahara Aceh Tamiang.

Namun, petugas tidak melihat pemilik atau orang di sekitar lokasi temuan alat berat tersebut.

Diduga Ekskavator itu digunakan untuk merusak dan mengalihfungsikan lahan hutan bakau produksi di kawasan tersebut.

Kepala KPH III Aceh melalui Kepala BKPH, Agus Irawan mengatakan, sebelumnya mereka menerima laporan dari Camat Kecamatan Bendahara pada Jumat (19/6/2020) kemarin.

Laporan tersebut menginformasikan jika di wilayah Kampung Kuala Penaga, ada 1 unit ekskavator yang sedang beraktivitas di areal hutan produksi mangrove.

“Ada beberapa masyarakat Kampung Kuala Penaga yang melihat alat berat di hutan produksi mangrove wilayah kampung mereka. Dan melaporkan kepada Datok Penghulu Kampung, kemudian Datok meneruskan laporan itu kepada pihak Kecamatan,” kata Agus, Senin (22/6/2020).

Mendapat laporan itu, keesokan harinya petugas BKPH pun langsung turun menuju lokasi untuk pengecekan.

Bacaan Lainnya

Setiba di lokasi anggota BKPH bersama KRPH Seruway didampingi Datok Penghulu dan masyarakat Kuala Penaga, Babinsa, Babinkamtibmas Polsek Bendahara, dan juga LSM LembAHtari merlihat satu unit ekskavator (beco) berada di sana.

“Tidak ada satu orang pun berada di sana, begitu juga dengan operator alat berat tersebut. Diduga operator beco lebih dahulu mengetahui kedatangan kami dan langsung melarikan diri,” katanya.

Untuk mengehentikan aktivitas pengrusakan hutan mangrove, lanjutnya, mereka pun terpaksa mengambil tindakan tegas.

Pilihan Pembaca :  HUT PGRI ke 77, Ribuan Guru di Karawang Ikuti Upacara

Mereka sepakat untuk mencopot dan mengambil dinamo alat itu dan membawanya ke kantor KPH III Aceh.

“Alat berat itu diduga sengaja dimasukkan oleh oknum ke dalam wilayah hutan produksi mangrove untuk melakukan perambahan, perusakan, atau upaya penguasaan tanpa izin dari pejabat berwenang,” katanya.

Oknum tersebut, kata dia, diduga telah melanggar Undang – Undang  Nomor. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan atau Undang Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H).

“Jika terbukti, pelaku dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar rupiah,” ujarnya.

Agus mengungkapkan, berdasarkan keterangan Datok dan masyarakat kampung Kuala Penaga, aktivitas beco tersebut diduga sudah berlangsung sejak Selasa (16/6/2020) lalu.

“Namun Datok, pemuda, dan masyarakat Kuala Penaga mengatakan jika mereka sama sekali tidak mengetahui kegiatan itu dilakukan oleh siapa. Bahkan kegiatan itu juga tidak ada laporan dan izin kepada datok setempat” ujarnya.

Saat ini pihak KPH III Aceh masih menunggu itikad dari pihak pemilik atau operator beco, untuk datang ke kantor.

“Kita masih menunggu pemilik eksavator untuk memberikan keterangan kepada KPH III atas apa yang dilakukannya tersebut,” katanya.

Editor : Nefri

Pos terkait