Oleh : Kurnia Saleh, SH.,MH
(Advokat/Akademisi Hukum Tata Negara)
MATTANEWS.CO – Korupsi bukan barang baru bagi bangsa ini. Penyimpangan dan kejahatan pidana korupsi senantiasa muncul kepermukaan. Korupsi tidak hanya menyentuh ditataran pusat, wilayah pemerintahan kabupaten/kota hingga pemerintahan desa saling kejar mengejar dalam grafik tindak pidana yang tergolong white color crime ini. Sebagai sebuah negara hukum, Indonesia tentu masih memiliki pekerjaan rumah besar dan menumpuk dalam menyelesaikan problematika yang merugikan hajat hidup orang banyak ini. Berdasarkan laporan Transparency International, Indeks korupsi Indonesia di wilayah Asia menempati 3 (tiga) besar. Sehingga tidak mengherankan jika pada 2020, kerugian negara akibat korupsi mencapai 39,2 Triliun Rupiah.
Dilingkungan pemerintah daerah, Kepala Daerah menyumbang presentase kasus korupsi yang cukup besar, tercatat sejak diberlakukannya sistem pemilihan kepada daerah pada 2005 lalu, 300 Kepala Daerah dinyatakan terlibat Korupsi. Menjadi menarik kemudian apabila merefleksikan idealiisme, cita dan visi para kepala daerah yang paripurna ketika mencalonkan diri dan menyakinkan rakyat untuk menjatatuhkan pilihan terhadapnya. Namun tak lama berselang, belumlah habis periode menjabat pertama, kepala daerah terpilih dalam banyak kasus diperiksa dan ditahan oleh KPK. Terbaru, di wilayah Kabupaten Muara Enim, 3 (tiga) Kepala Daerah berturut-turut di proses dan dinyatakan korupsi.
Ramirez Torres menyatakan bahwa korupsi merupakan kejahatan kalkulasi (crime of calculation) bukan hanya sekedar keinginan (passion).