“Jadi penarikan harus berdasarkan putusan pengadilan. Dan pelaku eksekusinya adalah juru sita pengadilan, bukan dari pihak lembaga pembiayaan apalagi mata elang atau debt collector. Kemudian terkait ketiadaan sertifikat fidusia, sebagai debitur atau konsumen selayaknya memiliki salinan sertifikat jaminan fidusia sebagai bukti bahwa objek jaminan tersebut sudah terdaftar atau didaftarkan,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Kang Fapet, sebagai konsumen, ada UU nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang menjelaskan larangan mencantumkan klausula yang memberikan kuasa dari konsumen kepada lembaga pembiayaan untuk melakukan segala tindakan sepihak termasuk pembebanan denda dan penyitaan obyek fidusia.
“Lembaga pembiayaan atau leasing juga dilarang menambahkan klausula baru tambahan, lanjutan yang dibuat secara sepihak oleh pelaku. Sehingga apabila pihak lembaga pembiayaan berasumsi bahwa dengan surat tugas sebagai dasar penarikan dan hal tersebut tertera pada surat perjanjian juga tetap tidak dapat dilaksanakan karena melanggar sebagaimana dimaksud dalam UU Perlindungan Konsumen,” kata Fapet.