Atyasa Tidak Tersentuh Hukum
MATTANEWS.CO, PALEMBANG – Sidang perkara dugaan korupsi dan penyuapan pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sumsel, terkait penerbitan surat mundur layak K3 untuk gedung serbaguna Grand Atyasa, yang menjerat terdakwa Firmansyah Kabid Pengawasan Disnakertrans Sumsel dan Harni Rayuni pihak Perusahaan Jasa Kesehatan dan Keselamatan Kerja (PJK3) Pembinaan PT. Dhiya Aneka Teknik, masuki babak akhir.
Dimana dalam sidang sebelumnya kedua terdakwa menyampaikan nota pembelaan (Pledoi) dalam sidang yang digelar pada Senin 29 September 2025 kemarin.
Pledoi tersebut disampaikan karena kedua terdakwa dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Palembang, Syahran Jafizhan, dengan pidana penjara selama 1 Tahun 6 Bulan, denda Rp 100 juta subsider 4 bulan kurungan.
Agenda sidang kembali bergulir dengan agenda tanggapan pledoi (Replik) dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Palembang, Senin (6/10/2025).
Sebelumnya perkara ini sendiri sempat menjerat Kadis Disnakertrans Sumsel, Deliar Marzoeki dan Alex, yang telah divonis oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Palembang dengan pidana penjara selama 5 tahun serta denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan, selain dikenakan pidana penjara terdakwa Deliar Marzoeki, juga dikenakan hukuman untuk mengembalikan Uang Pengganti (UP) sebagai kerugian negara sebesar Rp 1,3 miliar, dengan ketentuan apabila terdakwa tidak mampu mengembalikan uang tersebut maka diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun.
Keanaehan terjadi dalam perkara ini sendiri adalah, pihak penyuap yaitu Grand Atyasa yaitu diwakili oleh Maryam selaku General Manager PT. Atyasa Mulia melalui kuasa hukumnya Septalia Furwani mengirimkan uang sebesar Rp 162 juta, dari yang awalnya Terdakwa Deliar Marzoeki meminta uang untuk mengeluarkan surat mundur layak K3 sebesar Rp 280 juta, seperti dalam dakwaan JPU Kejari Palembang.
Meski diduga telah melakukan penyuapan terkait penerbitan Surat Mundur Layak K3, untuk menutupi insiden kecelakaan yang menyebabkan korban mengalami cacat permanan, Justru pihak yang harusnya bertanggungjawab, hingga sidang memasuki tahap akhir, malah tidak dijadikan tersangka dalam perkara ini.
Dimana dalam dakwaan JPU, terjadinya insiden kecelakaan yang menyebabkan korban Marta Saputra (41) mengalami putus tangan kanan dan remuk pada paha kaki kanan, karena pihak Grand Atyasa tidak pernah melakukan perawatan Lift barang terhitung sejak tahun 2022 hingga 2025.
Timbulnya insiden yang sempat menghebohkan masyarakat tersebut, akhirnya pihak Grand Atyasa bersama dengan Kadis Disnakertrans Sumsel, diduga melakukan pemufakatan jahat untuk menutupi insiden kecelakaan tersebut, dengan menerbitkan surat mundur layak K3, untuk mengaburkan perkara kecelakaan yang menimpa korban Marta Saputra, dan perkara di desain sedemikian rupa seolah-olah kecelakaan tersebut merupakan kelalaian kerja, padahal selama empat tahun lebih dari 2022-2025 pihak Grand Atyasa tidak pernah melakukan perawatan Lift Barang tersebut, sesuai dengan Dakwaan JPU.
Hingga perkara ini bergilir di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, pihak Grand Atyasa tidak tersentuh oleh hukum, dan seakan kebal hukum, ini menjadi pertanyan besar dimasyarakat, mengapa pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Palembang, tidak meneruskan penyelidikan dan penyidikan perkara ini, bahkan diduga terkesan pihak Grand Atyasa tidak bersalah, ada apa?.
Sementara itu saat diwawancarai melalui Dr.Andre Effendy selaku penasehat hukum terdakwa Harni Rayuni, terkait penetapan klien nya sebagai tersangka dan saat ini berstatus sebagai terdakwa mengatakan, hingga saat ini klien kami tidak mengerti mengapa kasus ini bisa sampai ke Pengadilan, karena klien kami hanya mengeluarkan Surat LHP untuk Atyasa.
“Yang menjadi permasalahan mengapa klien kami yang kena, padahal pihak Atyasa yang mengeluarkan uang dan terbukti dalam fakta persidangan, namun hingga saat ini tidak terjamah oleh hukum,” terangnya.
Saat ditanya terkait pihak Atyasa hingga saat ini tidak diterapkan sebagai tersangka, Dr Andre mengatakan, bahwa yang berhak menetapkan tersangka dalam perkara ini adalah pihak penyidik, jadi Penyidik yang mempunyai wewenang untuk menetapkan tersangka.
“Dari aspek hukumnya, perkara ini adalah Gratifikasi, seharusnya yang memberi dan menerima seharusnya sama-sama mendaptkan akibat hukumnya, tidak adil jika hanya klien kami yang menanggung akibat dari perkara ini,” tegasnya.
Saat diwawancarai usai sidang pembacaan Pledoi, melalui JPU Kejari Palembang, yaitu Syahran Jafizhan, pada Senin 29 September 2025 kemarin mengatakan, pihak dari Grand Atyasa sudah kita panggil, ada beberapa orang saksi yang hadir dalam sidang sebelumnya.
“Dalam kesaksiannya saksi dari pihak Grand Atyasa ada dipinta sejumlah uang, untuk pengurusan sertifikasi alat-alat diperusahaan mereka,” terangnya.
Saat ditanya lebih dalam, mengapa hingga saat ini pihak Grand Atyasa tidak ditetapkan sebagai tersangka, dalam perkara terbitnya surat mundur layak K3 dan melakukan suap kepada pihak Disnakertrans Sumsel, apakah pihak Grand Atyasa masih akan diproses atau memang belum diproses, apa justru tidak akan diproses? Syahran mengatakan, sampai dengan saat ini penyidikan kami dari Kejari Palembang sudah cukup sampai pada dua terdakwa Firmansyah dan Harni Rayuni saja.
“Belum ada informasi untuk penambahan tersangka, atau penetapan tersangka baru, untuk pengembangan perkaranya belum ada sampai saat ini,” terang Syahran.
Dalam amar dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Palembang, menjabarkan bahwa Terjadi kecelakaan yang menyebabkan lengan tangan korban Putus dan dibagian paha kanan harus menjalani pengobatan. Dimana dalam perkara ini sendiri pihak Grand Atyasa terhitung dari tahun 2022 sampai tahun 2025 tidak pernah melakukan perawatan terhadap Lift barang tersebut.
Setelah dilakukan pengecekan, ternyata pihak Disnakertrans Sumsel, menemukan bahwa pihak Atyasa memang tidak pernah melakukan perawatan lift barang secara berkala mulai dari tahun 2022-2025, untuk menutupi seolah-olah kejadian kecelakaan yang menyebabkan lengan tangan kanan putus dan kaki kanan korban Marta Saputra (41) remuk, adalah kelalaian kerja, bukan karena lift barang yang tidak layak.
Terdakwa Deliar Marzoeki menjanjikan akan mengurus surut mundur Layak K3 untuk Atyasa dengan meminta sejumlah uang kepada pihak Atyasa dengan menggandeng Perusahaan Jasa Kesehatan dan Keselamatan Kerja (PJK3) PT. Dhiya Aneka Teknik, yang ditandatangani oleh Harni Rayuni selaku Direktur PT.Dhiya Aneka Teknik, menerbitkan laporan yang diminta terdakwa dengan menggunakan PT.Dhiya Duta Inspeksi milik saksi Eri Hartoyo yang merupakan perusahaan milik kakak Harni Rayuni yang saat ini juga menjadi terdakwa dalam perkara ini.
Dari kesepakatan ini pihak Atyasa diwakili oleh Maryam selaku General Manager PT. Atyasa Mulia melalui kuasa hukumnya Septalia Furwani mengirimkan uang sebesar Rp 162 juta, yang awalnya Terdakwa Deliar Marzoeki meminta uang untuk mengeluarkan surat mundur layak K3 sebesar Rp 280 juta.
Terdakwa selaku Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sumatera Selatan, menerbitkan Surat Keterangan Layak K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) dan menyelesaikan permasalahan Norma Kerja, saksi Adriansyah Halim, saksi Septalia Furwani dan pihak dari perusahaan lainnya, terkait pemberian uang tersebut ada hubungannya dengan jabatan terdakwa selaku Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sumatera Selatan.














