MATTANEWS.CO, PALEMBANG – Setelah sempat mengalami penundaan akhirnya sidang perkara dugaan edarkan pupuk tidak memiliki label resmi merk Avatara, yang menjerat terdakwa Ahmad Effendy Noor, kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, dengan agenda menghadirkan Ahli, Senin (9/12/2024).
Sidang diketuai oleh majelis hakim Sangkot Lumban Tobing SH MH, dihadiri Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel, Rini Purnamawati melalui jaksa pengganti Ki Agus Anwar, serta dihadiri ahli hukum pidana dan ahli dari Kementrian Pertanian.
Dalam keterangannya saat memaparkan keahliannya Dr Ali Dawir ahli hukum pidana, saat terdakwa mempertanyakan kepada Ahli, bahwa di CV.Widiatama nama terdakwa tidak tercantum dan tidak ada saham, apakah terdakwa harus yang bertanggungjawab
“Bicara soal badan hukum, namun perusahaan ada AD/ART terkadang tidak terdaftar namun ada nama disurat lain, tapi kalau tidak ada sama sekali, ya tidak bisa harus bertanggung jawab,” ungkap ahli hukum pidana.
Tim penasehat hukum terdakwa, pertanyakan kepada pidana, terkait delik materil dan delik formil, disini ada 3 Undang-undang, pertama UU Budidaya Berkelanjutan KUHP dan UU Konsumen, pertanyaan kita soal, unsur-unsur pasal yang didakwakan maupun didugakan kepada klien kami Effendy Noor.
“Apakah unsur itu terpenuhi? terutama di dalam UU Konsumen. Sudah kita tanyakan ahli, apasih syarat dari UU Konsumen? pertama harus ada konsumennya dan dalam perkara ini siapa konsumennya? kan tidak ada. Dalam BAP keterangan ahli tidak ada petani yang diperiksa, semestinya petani diperiksa itu yang paling penting, jika petani tidak diperiksa sebagai saksi, secara formil dan secara hukum gugur,” terang Indra.
Indra juga mempertanyakan, menangani Pasal Budidaya Berkelanjutan, terhadap izin edar tadi dijelaskan ahli Kementrian Pertanian, izin edar dan mutu itu berbeda, untuk izin edar, dalam pasal dituangkan tidak terdaftar atau tidak ada label, ternyata itu ada izinnya, tapi mati statusnya, izinnya juga sudah terdaftar, jadi fokus kami kita mau mendalami level kesalahan dari klien kami ini sejauh mana, apakah masuk mal administratif? atau memang menurut ahli sanksi pidana atau perdata, karena disini tidak ada yang dirugikan.
“Tidak ada yang dirugikan, tidak ada petani yang dirugikan, hasil ujinya juga bagus, tapi ahli pidana menyatakan ini delik formil melanggar, tidak ada yang dirugikan, walaupun tidak ada izin, tetap salah, dijelaskan ada kelalaian, kesengajaan atau meansrea, lalu ahli dapat menjelaskan, pidana percobaan bersyarat? apabila terdakwa divonis 6 bulan, tetapi tidak di penjara, namun tidak boleh mengulang lagi,” harapnya.
“Klien kami ini di CV.Nividia Pratama, PT Nividia Pratama Katulistiwa, dan PT Rimbunan Hijau, tapi bertanggung jawab sebagai yang menggerakan saja, padahal tidak tercantum namanya dalam perusahaan,” jelas Indra.
Dibeberkan Indra, bahwa awal perkara ini ada temuan dari Toko Sari Tani di Banyuasin, itu dipersidangan dipertanyakan hakim, penyidik tahu temuan ini dari siapa? Informasi dari mana? katanya dari masyarakat, masyarakat siapa? kami tanya siapa pelapornya? jadi sidang kemarin majelis memberi kesempatan, setelah saksi-saksi habis baru diajukan keberatan kita, bahwa pelapornya polisi.
“Harapan untuk klien kita, kalau memang salah tolong diukur level kesalahannya, inikan tidak ada kerugian, karena ada hukum yang mengatur, saya tanyakan kepada ahli, sepahit-pahitnya itu ada pidana percobaan 6 bulan, artinya begini, kalau terdakwa mengulang lagi, baru dikurung, sebab izin klien kami sudah terbit semua,” ucap Indra.
Sementara itu Syamsudin menambahkan, dipersidangan ketiga ini, ahli dari budidaya pertanian maupun ahli pidana telah dihadirkan, hanya hali dari Kementan mengikuti secara online.
“Agenda sidang selanjutnya, ada 2 ahli lagi yaitu ahli konsumen dan pertanian. Keterangn ahli pidana dan pertanian, menurut kami masih samar-samar, sehingga kami nanti akan menghadirkan ahli pidana sebagai pembanding, supaya terang benderang perkara ini,” tegas Syamsudin SH MH.