MATTANEWS.CO, PALEMBANG – Sidang perkara perintangan penyidikan dalam perkara dugaan korupsi proyek Internet Desa di Kabupaten Muba, yang menyeret nama dua orang Terdakwa Maulana dan Muhzen, yang diduga secara aktif berperan menghalang-halangi proses hukum penyidikan korupsi pengadaan dan pengelolaan jaringan internet desa di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) , kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Rabu (27/8/2025).
Dihadapan majelis hakim Kristanto Sahat SH MH, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel menghadirkan empat orang saksi penting, untuk membongkar skenario jahat dalam mengaburkan fakta terkait aliran dana sebesar Rp 2,1 miliar.
Dimana proyek tersebut terlaksana pada tahun anggaran 2019 hingga 2023, dan menjadi sorotan publik karena menyangkut layanan vital untuk masyarakat pedesaan di Kabupaten Muba.
Dalam persidangan, salah satu saksi yang perannya cukup mencuri perhatian, adalah saksi Anton Sunaryo alias Selon, atau akrab disapa Selon, dihadapan majelis hakim mengatakan, bahwa saksi Anton mengaku pernah diarahkan untuk menyampaikan keterangan palsu mengenai pembelian alat berat senilai Rp 2,1 miliar oleh terpidana Richard Cahyadi.
“Pembelian alat berat itu tidak ada, wakti Itu saya hanya diperintah dari Pak Richard, jika nanti diperiksa oleh tim penyidik, katakan uang sebesar Rp 2,1 miliar tersebut untuk pembelian alat berat,” ungkap Selon.
Selon juga menerangkan, bahwa untuk memperkuat rekayasa tersebut, bahkan sampai dibuat berbagai bukti palsu, mulai dari slip setoran bank senilai Rp 1,6 miliar hingga penyerahan uang tunai Rp 500 juta, serta surat keterangan pengembalian uang yang ditandatangani langsung oleh saksi Anton Sunaryo alias Selon.
“Semuanya merupakan akal-akalan (Skenario) yang telah di desain sedemikian rupa, agar seolah-olah benar terjadi transaksi pembelian alat berat, untuk mengaburkan terungkapnya perkara ini, bahkan Richard memerintah saya untuk membuat tulisan tangan dengan isi nya memerintah untuk membeli alat berat yaitu satu unit Ekskavator PC 200 tahun 2021 (Cat) dan dua unit Truck Mixer Dutro tahun 2022, pada 17 Juni 2024,” terangnya.
Keterangan saksi Selon tersebut, diperkuat juga oleh keterangan saksi lainnya, termasuk M.Arif yang berstatus terpidana dalam perkara korupsi Internet Desa yang sebelumnya sudah divonis.
Dalam kesaksiannya, M.Arif dalam sidang sebelumnya menegaskan, bahwa dana Rp 2,1 miliar sama sekali tidak digunakan untuk pembelian alat berat.
“Melainkan dipakai untuk “mengurus perkara” agar proses hukum tidak menyeret pihak tertentu,” tegas M.Arif.
JPU dalam dakwaannya menyebutkan, kedua terdakwa telah menyusun strategi dengan cara memanipulasi keterangan saksi-saksi serta membuat dokumen palsu, sehingga penyidikan yang dilakukan aparat penegak hukum tidak sesuai dengan fakta sebenarnya.
Akibatnya, proses pengungkapan kasus besar yang menyeret terpidana Richard Cahyadi Cs menjadi terhambat.
Perbuatan para terdakwa ini jelas masuk kategori perintangan penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 20 atau Pasal 21 UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Meski ancaman hukuman cukup berat, menariknya kedua terdakwa, baik Maulana maupun Muhzen, yang masing-masing didampingi penasihat hukumnya, memilih tidak mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan yang dibacakan.
Hal ini menandakan bahwa sidang akan segera berlanjut ke tahap pembuktian, di mana majelis hakim akan kembali menggali lebih dalam kebenaran fakta-fakta yang terungkap.
Kasus perintangan penyidikan ini menjadi salah satu sorotan utama publik, karena memperlihatkan bagaimana praktik rekayasa hukum kerap dilakukan dalam upaya menyelamatkan pelaku korupsi kelas kakap.
Publik kini menanti, apakah majelis hakim akan memberikan vonis yang setimpal bagi para terdakwa yang terbukti mencoba merusak proses penegakan hukum.














