Di sisi lain, kebutuhan spesifik pada perempuan dan anak perlu untuk disiapkan. Hal tersebut dapat bertujuan untuk menghindarkan mereka dari risiko, seperti kekerasan. Namun demikian, kebutuhan ini tidak hanya menyasar mereka, tetapi juga kelompok rentan lain seperti lanjut usia dan disabilitas. Sebagai contoh pada saat terjadi pengungsian, pos komando dapat menyediakan tenda khusus untuk pencegahan kekerasan, tenda dan layanan khusus ibu hamil dan ibu melahirkan maupun layanan psikososial.
Selanjutnya, pihaknya mendorong untuk mengembangkan organisasi kerelawanan untuk perempuan dan anak. Organisasi ini dibutuhkan untuk merespons konteks kebencanaan dan isu-isu gender dalam kebencanaan.
Area perhatian KPPPA lain yaitu sistem penanganan isu gender dalam kebencanaan yang terintegrasi dari berbagai sektor, kesiapan pemerintah daerah dalam penanganan isu gender dalam kebencanaan dan pemangkasan birokrasi yang tidak merespons cepat kebutuhan lapangan.
Pada kesempatan itu, Pribudiarta mengatakan bahwa Indonesia telah memiliki dasar hukum perlindungan hak perempuan dan anak dalam situasi darurat kebencananaan, seperti tertuang pada UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Peraturan Kepala BNPB Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pengarusutamaan Gender di Bidang Penanggulangan Bencana dan Peraturan Menteri PPPA Nomor 13 Tahun 2020 tentang Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak dari Kekerasan Berbasis Gender dalam Bencana.