BeritaBERITA TERKININUSANTARA

Tidak Temukan Kesepakatan Terkait Ganti Rugi Lahan, Ketua DPRD Sumsel Ingatkan “Tidak Ada Aktivitas Sampai ada Kejelasan”

×

Tidak Temukan Kesepakatan Terkait Ganti Rugi Lahan, Ketua DPRD Sumsel Ingatkan “Tidak Ada Aktivitas Sampai ada Kejelasan”

Sebarkan artikel ini

MATTANEWS.CO, PALEMBANG Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait sengketa lahan antara warga Desa Darmo, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim dengan pihak PT Bukit Asam (PTBA), yang digelar di DPRD Sumatera Selatan, terbentur jalan buntu, Jum’at (1/8/2025).

Dimana dalam rapat tersebut, langsung dipimpin oleh Ketua DPRD Sumsel Andie Dinialdie, dihadiri oleh perwakilan warga Desa Darmo didampingi oleh tim kuasa hukum, pihak PT.BA, LLDIKTI, Dinas Kehutanan, serta jajaran Komisi I, II, dan IV, dan dalam rapat tersebut tidak menghasilkan keputusan yang bisa diterima oleh kedua belah pihak, terkait persoalan ganti rugi lahan yang digusur untuk proyek Coal Handling Facility (CHF) TLS 6 & 7 milik PTBA.

Meski dihadiri oleh semua pihak, dalam rapat tersebut tidak juga membuahkan kesepakatan, karena polemik menyangkut luas lahan dan jumlah warga penerima ganti rugi masih kabur.

Dalam rapat tersebut DPRD Sumsel menegaskan tidak boleh ada aktivitas di lahan yang masih dalam sengketa.

“Rapat ini menyimpulkan, tidak ada aktivitas di lahan bersengketa sampai ada kejelasan, PTBA dan warga Desa Darmo untuk sama-sama menahan diri, dan diminta duduk bersama lagi pada 5 dan 7 Agustus untuk bahas nilai ganti rugi dan verifikasi lahan,” ungkap Andie Dinialdie.

Ketua Komisi I DPRD Sumsel, Meilinda menjelaskan, bahwa warga hanya minta ganti rugi pantas.

“Jangan abaikan nilai keadilan dan ganti rugi tudak bisa disamaratakan,” urainya.

Sementara itu Connie Paniai Putri selaku Kuasa hukum warga Desa Darmo menjelaskan, bahwa lahan yang berpotensi tergusur mencapai 1.765 hektare, bukan sekadar 90 hektare seperti klaim PTBA.

“Saat ini warga Desa Datmo cemas, karena dianggap menduduki kawasan hutan, padahal tidak pernah ada sosialisasi soal status lahan, dalam perkara ini, PT.BA main gusur pakai aparat Brimob dan TNI tanpa sepeser pun ganti rugi,” ujarnya.

Dalam perkara ini, Connie mengkritik penggunaan Perpres 78/2023 oleh PTBA sebagai dasar pemberian santunan.

“Proyek ini bukan Proyek Strategis Nasional (PSN), harusnya menggunakan Pergub Sumsel No. 40/2017, bukan cuma santunan, warga berhak atas ganti rugi yang layak,” terangnya.

Direktur SDM PTBA, Ihsanuddin Umar mengatakan, pihaknya baru memiliki data untuk 29 hektare dan belum bisa memastikan sisanya.

“Kami masih identifikasi, bisa jadi lahan yang diklaim warga di luar operasi kami, Proyek butuh 140 hektare, yang 90 hektare diklaim sebagai kebun warga, itu pun belum jelas siapa pemiliknya,” ujarnya.

Sedangkan Asisten I Pemprov Sumsel Sunarto, menyarankan agar persoalan nilai ganti rugi diuji lewat dua hingga tiga Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) sebagai pembanding.

“Jika belum sepakat, jangan lakukan aktivitas dulu. Proyek ini besar, tapi nasib rakyat jangan dikorbankan,” ungkapnya.

Sebelumnya pihak PTBA melalui Enviro Management & Mining Support Sub Division Head, Amarudin mengatakan, pihaknya sudah menjalankan proses ganti rugi atau pemberian kerohiman sesuai tahapan.

“Meskipun saat ini belum ada kesepakatan, namun kami tetap menjalakan sesuai tahapan, tentunya patokan kita berdasarkan yang sudah ditentukan oleh lembaga KJPP,” ujarnya.

Amarudin juga mengatakan, lahan tersebut merupakan kawasan hutan, yang sebelumnya konsesi dari PT.Musi Hutan Persada (MHP) sebelum diambil alih oleh PTBA.

“Memang sebelumnya itu kawasan hutan yang merupakan konsesi PT.MHP dan itu sudah terbit sejak tahun 2019. Kendati demikian kami akan terus berupaya untuk menyelesaikan permasalhan dengan warga dengan persuasif,” tutupnya.