MATTANEWS.CO, PALEMBANG – Ahli hukum pidana Prof Dr Derry SH M.Hum dosen hukum STIPADA Palembang, dihadirkan langsung dalam persidangan Pra Peradilan, terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka oleh penyidik Polrestabes Palembang dalam perkara dugaan KDRT, Rabu (7/5/2025).
Dengan dipimpin oleh hakim tunggal Romi Sinarta SH MH, dihadiri oleh pihak pemohon melalui kuasa hukumnya Supendi SH MH hadir langsung di persidangan, semantara itu dari pihak termohon dihadiri Tim Bidkum Polda Sumsel.
Dalam persidangan Prof Dr Derry SH M.Hum menyampaikan bahwa berdasarkan UU No 23 tahun 2004 tentang KDRT, untuk penelantaran ancamannya 3 tahun.
“Ketika karena ikatan perkawinan tidak menjalankan kewajiban memenuhi kebutuhan keluarga masuk kategori penelantaran,” terangnya.
Usai persidangan advokat Supendi SH MH mengutarakan bahwa awal mulanya kliennya Darmanto Efendi, ditetapkan Pasal 49 KUHP sangkaan penelantaran, karena bisa melampirkan bukti, bahwa selama ini memberikan nafkah makanya ditambahlah Pasal 44 dan Pasal 45 dan atau Pasal 49 dibelakangnya.
“Cuman karena penyidik terkesan ada titipan, makanya ditambahi Pasal 44 KUHP dan Pasal 45 KUHP. Titipan itu kejar tayang dugaan. Karena pada saat pemeriksaan saksi tambahan, hari itu juga langsung di BAP ulang, langsung dijadikan tersangka. Tanpa ada surat penetapan tersangka, kemarin kami lapor ke Propam Polda Sumsel, laporan dari Propam belum ada tindak lanjut,” jelasnya.
Supendi menegaskan, terkait perkara daluarsa, awal mula kejadiannya tanggal 14 Februari 2012, ditambah lagi atau sekitaran tahun 2018, ditambah lagi atau tahun 2022. Sedangkan kasusnya dilaporkan di tahun 2025.
“Dilaporkan pada saat kami melakukan gugatan cerai. Kalau menurut ahli yang kami hadirkan masuk daluarsa dan itu delik aduan,” tukasnya.
# Bila Daluarsa Harus Dikeluarkan Surat SP3
Ahli Prof Dr Derry SH MHum Dosen Hukum Kampus STIPADA Palembang menambahkan, bahwa dalam UU PKDRT ada yang terkategori delik biasa dan delik aduan, dari macam-macam delik ini, tidak bisa comot sana sini, karena semua ada pasangannya, kalau masuk kategori delik berlanjut, maka delik terhenti karena selesai.
“Nah disini di dalam UU PKDRT itu ada dua delik, delik aduan dan delik biasa. Kalau delik aduan dalam Pasal 44 ayat 4 sehingga 1 – 3 delik bisa. Kemudian Pasal 45 ayat 2 itu delik aduan, lalu kekerasan seksual delik aduan,” tumbangnya.
Dari penetapan tersangka dikeluarkan penyidik, disitu dinyatakan melanggar Pasal 44 KUHP ayat 4, Pasal 45 ayat 2 dan 49, artinya Pasal 44 ayat 4 itu delik aduan pengacaranya bisa hitung daluarsanya kapan. Nah Pasal 45 ayat 2 itu delik aduan maka bisa dihitung daluarsanya.
“Mengetahui daluarsanya, kita mengetahui bukti-bukti dimiliki pengacara, beliau memiliki bukti autentik terjadi tindak pidananya. Perkara ini ada yang masuk kategori daluarsa itu delik aduan, dan ada yang masih berjalan karena delik biasa. Kalau masuk daluarsa, maka harus dikeluarkan SP3 surat pemberitahuan pehentikannya penyidikan,” tutupnya.














