Semburat jingga matahari mewarnai langit Panjalu di awal pagi. Terkadang kabut muncul membayangi, walau akhirnya disapu angin.
Warga-warga sekitar mulai menyibukkan diri. Ada yang mencari rumput untuk ternak, ada yang berkumpul untuk berbagi beras hasil sumbangan, atau hanya sekadar mencari sarapan pagi.
Desa Panjalu bergeliat. Begitu juga para pendaki bersiap, untuk mulai meninggalkan jalan aspal di desa yang berketinggian 800 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Setengah jam meninggalkan desa, mereka mulai menginjak tanah. Di samping kiri dan kanan, menghampar hijau perkebunan kopi dan pinus.
Sayangnya ada ditemukan penambahan pohon-pohon kopi, di kemiringan yang tidak seharusnya ditanami kopi.
Pada satu kesempatan, para pendaki bertemu seorang nenek yang sedang mengurus tanaman kopi tersebut.
“Permisi nek,” ujar pendaki ketika lewat.