MATTANEWS.CO, PALEMBANG – Puluhan orang dari Aliansi Masyarakat Peduli Cagar Budaya (AMPCB) menggelar aksi ke makam Kompleks Pemakaman Kramo Jayo pada hari Jumat, (17/3).
Koordinator Aksi Vebri Al Lintani, mengatakan aksi itu sengaja digelar di komplek pemakaman Kramo Jayo, untuk membuktikan dan memberitahukan kepada masyarakat bahwa perusakan kompleks pemakaman betul telah terjadi secara tidak pantas.
Pihak AMPCB menduga dilakukan oleh A orang yang mengklaim pemilik lahan tersebut.
“Kami menduga, perusakan kompleks pemakaman Kramo Jayo ini dilakukan orang yang menguasai lahan ini. Barangkali orang yang mengklaim pemilik lahan ini akan menggunakan tempat ini untuk bangunan,” kata Vebri Al Lintani.
Namun terlepas dari persoalan sengketa tanah, seharusnya pemilik lahan tetap harus menjaga cagar budaya yang berada di dalamnya. Apalagi cagar budaya itu merupakan makam seorang tokoh dari zuriat Palembang Darussalam.
“Menurut UU No. 11 Tahun 2010 dan Perda Kota Palembang No. 11 Tahun 2020 orang yang menguasai cagar budaya wajib melakukan pengamanan. Tapi yang kita lihat hari ini adalah sebaliknya, nisan-nisan di makam sudah dibongkar dan dibenamkan semua di salah satu kubangan dalam lahan tersebut,” jelas Vebri.
Perbuatan perusakan makam ini merupakan perbuatan pidana yang diatur dalam UU Cagar Budaya dan juga diatur dalam KUHP sebagai perusakan makam biasa.
Ancaman hukuman untuk perusakan cagar budaya diatur dalam pada Pasal 105, ayat (1) UU Cagar Budaya, bahwa “Setiap orang yang dengan sengaja merusak Cagar Budaya dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (Lima Ratus Juta Rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (Lima Miliar Rupiah)’. Sedangkan untuk perusakan makam biasa diatur dalam pasal 179 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.
Sedangkan Koodinator Lapangan, Qusoi menyatakan Berlarut-larutnya proses penyelesaian perusakan ungkonan Kramo Jayo dikhawatirkan akan memicu masalah sosial yang bisa saja menjurus ke isyu SARA. Untuk itu, terlepas dari persoalan sengketa tanah antara keturunan (zuriat) Kramo Jayo dan AC, kami minta persoalan itu agar cepat diselesaikan.
Untuk itu, AMPCB menuntut 4 poin, kata Qusoi, yaitu pertama, Mendesak pihak Pemerintah Kota Palembang agar segera melakukan tindakan penyelamatan dan pengamanan ungkonan atau kompleks pemakaman Kramo Jayo berdasarkan UU No. 11 Tahun 2010 dan Perda Kota Palembang No. 11 Tahun 2020.
Kedua, Mendesak pihak Polresta Palembang agar segera mengusut tuntas dan penangkapan pelaku perusakan kompleks pemakaman Kramo Jayo yang diduga dilakukan oleh A sebagai orang yang mengklaim menguasai lahan tersebut.
Ketiga, Mendesak A agar mematuhi hukum yang berlaku sebagaimana kaidah UU No. 11 Tahun 2010 dan Perda Kota Palembang No. 11 Tahun 2020, yaitu melakukan tindakan pengamanan dan segera membuka pagar seng yang menutup akses masyarakat untuk berziarah.
“Keempat, Mengajak masyarakat kota Palembang dan zuriat Kesultanan Palembang Darussalam agar peduli terhadap pelestarian, pengamanan dan penyelamatan cagar budaya di Palembang,” tegasnya. (*)