MATTANEWS.CO, PALEMBANG – Sidang perkara dugaan korupsi penerbitan Sertifikat Hak Milik tanah kawasan hutang lindung Gunung Dempo oleh BPN kota Pagar Alam, yang menjerat tiga orang terdakwa pegawai BPN kota Pagar Alam yaitu Yogi Armansyah selaku petugas ukur BPN Pagar Alam, Bowo Marsi dan terdakwa Nuryanti, jalani sidang perdana yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, dengan agenda menghadirkan 2 orang Ahli dari para terdakwa, Rabu (13/11/2023).
Sidang diketuai oleh majelis hakim Kristanto Sahat SH MH, dihadiri oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Pagaralam dan dihadiri oleh para terdakwa didampingi oleh penasehat hukum masing-masing dan menghadirkan Prof Suparji ahli hukum pidana dan Prof.Sadino ahli Kehutanan.
Saat memaparkan keahliannya Prof.Suparji mengatakan, ketika ada orang yang menempati sebidang tanah maka itu dilindungi hukum, ketika menerbitkan sertifikat benar atau tidak terhadap orang yang memiliki dan menguasai lahan.
“Mekanisme penyelesaiannya adalah keperdataan, ketika tidak ditemukan unsur pidananya maka tidak bisa dibawah ke ranah pidana, pada dasarnya dakwaan adalah panduan dari JPU untuk melakukan pemeriksaan, mulai dari fakta, bukti ketika dakwaan tidak cermat maka dilihat dulu fakta hukumnya seperti apa,” tegas Suparji.
Suparji menjelaskan, pemberlakuan pidana pada kontek menggunakan lahan negara maka harus dilihat dl konteks nya, seperti menggunakan lahan negara untuk tambang tanpa izin maka silakan saja disikat, ketika hanya menggunakan lahan negara untuk bertani
“Terkait kerugian, ketika ada kerugian negara, seperti dikembalikan dalam bentuk sertifikat maka dapat dipertimbangkan kepada yang bersangkutan, pengembalian tadi adalah itikat baik dan yang bersangkutan dapat dibebaskan, secara progresif ketika yang bersangkutan mengembalikan tidak harus dipidana karena negara harus mempertimbangkannya dan majelis hakim juga ketika memutus suatu perkara harus menggunakan hati nurani,” terangnya.
Sedangkan menurut Prof.Sadino mengatakan, Reforma Agraria menjadi hak masyarakat, ketika ada kesalahan administratif yang berhak mencabut sertifikat adalah pihak yang berwenang, ketika sudah melakukan aktivitas maka tidak masalah diterbitkan sertifikat.
“Dilihat dulu bahwa hutan lindung itu sejak kapan, Jangan-jangan sebelum adanya aturan memang sudah milik masyarakat, secara regulasi di hukum agraria itu bisa, regulasi tentang hutan secara turun temurun yang dimiliki setiap individu maka negara harus hadir,” tegas Sadino.
Banyak kejadian manfaatnya belum timbul sengketanya sudah mengemuka, kalau basisnya Ruang maka payungnya adalah kementrian tata ruang, secara tata ruang sudah disepakati maka selesai.
“Ruang tadi sebagai acuannya, ketika menetapkan kawasan hutan maka Ruang nya yang harus bisa di Implementasikan,” terangnya.
Sementara itu Sulastri selaku penasehat hukum terdakwa Bowo saat diwawancarai usai sidang mengatakan, kami menilai bahwa dakwaan Jaksa Penuntut tidak jelas, karena hingga saat ini tidak ada kerugian negaranya.
“Tidak ada kerugian negaranya dalam perkara ini, memang seharusnya para terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan karena perkara ini bukan perkara korupsi, tapi perkara administrasi, bahkan secara Gamblang ahli mengatakan hutan bukan aset negara artinya negara tidak ada dirugikan, dalam perkara ini dan tentang kerugian negara tidak ditemukan,” tegas Sulastri.