Example 728x250 Example 728x250
BERITA TERKINI

Aktivis dan Pekerja Sumsel ‘Ngopi Bareng’ Bahas Isu Omnibus Law

×

Aktivis dan Pekerja Sumsel ‘Ngopi Bareng’ Bahas Isu Omnibus Law

Sebarkan artikel ini

Reporter : Anang

Palembang, Mattanews.co – Para tokoh, aktivis dan pekerja Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) menggelar ajang ‘Ngopi Bareng’ dan silaturahmi, yang digelar di Cafe Caramel Palembang, Jumat (25/01/2020) malam.

Pertemuan yang dilaksanakan dari pukul 20.30 WIB hingga 22.30 WIB ini diwarnai dengan pembahasan isu Omnibus Law.

Ajang silaturahmi dan diskusi ini dihadiri oleh Ketua Central Investigation Corruption (CIC) Sumsel Dedy Irawan, Ketua DPC Federasi Buruh Indonesia Kabupaten Banyuasin Sabar MT Gaol, Ketua Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Sumsel Ali Hanafiah dan Aktivis Lingkungan dan Buruh Sumsel Lubis Hendri.

Ada juga Aktivis tahun 1998 Haris, MPW SBSI sekaligus sebagai Praktisi Hukum Ketenagakerjaan Jilun, Divisi Hukum KSBSI Turiman, Perwakilan Dewan Kesenian Kota Palembang Darto, Perwakilan Dewan Kesenian Kota Palembang Ali Goip, inisiator Andreas OP dam 20 orang tokoh dan aktivis Buruh dan Pekerja Sumsel lainnya.

Andreas menyikapi isu undang-undang Omnibus Law. Dengan berlakunya UU tersebut, maka UU tentang pekerja yang lama akan dicabut.

“Begitu pun pasal-pasalnya juga akan dihilangkan, yang menyangkut hubungan kerja dan ini tidak menguntungkan bagi pekerja, termasuk dengan Upah Minimum pekerja,” ucapnya, Sabtu (25/1/2020).

UU Omnibus Law saat ini dinilainya sudah jadi. Namun Presiden Joko Widodo (Jokowi) hanya tinggal menunggu reaksi dari para buruh yang ada di Indonesia.

Dia melihat UU Omnibus Law telah bertentangan dengan UU 1945. Terkait hal ini dia menanyakan, apakah para buruh yang ada telah siap untuk menghadapinya, jika UU Omnibus Law tersebut di telah sahkan.

“Tetapi kita merasa para pekerja tidak siap untuk menghadapinya,” ucapnya.

MPW SBSI sekaligus sebagai Praktisi Hukum Ketenagakerjaan Jilun menjelaskan, Omnibus berasal dari Prancis.

Karena zaat itu terdapat bus bernama Omnibus, yang bisa mengangkut barang dan orang sekaligus ke satu tujuan yang sama.

Diungkapkannya, Pada tahun 1830 belum ada bus yang dipakai untuk mengangkut orang dan barang sekaligus.

“Di Indonesia, pemerintah berencana menerbitkan Omnibus Law yang menggabungkan aturan-aturan hukum menjadi satu. Namun saat ini mereka masih memberikan umpan terlebih dahulu apa reaksi masyarakat dan pemerintahan yang ada di Indonesia,” katanya.

Untuk pasal-pasal tenaga kerja juga dihimbaunya untuk dimainkan, terutama terkait upah minimum hingga pesangon.

Omnibus Law aturan yang mencakup lebih dari satu aspek yang digabung menjadi satu undang-undang. Manfaatnya, Omnibus Law menyelesaikan masalah tumpang tindih peraturan perundang-ndangan.

“Tidak ada undang-undang Omnibus law yang ada adalah undang-undang celaka, berpotensi melanggar UUD 1945 karena di bentuk secara diam-diam dan akan di ketuk palu selama 100 hari,” ujarnya.

Arus Perlawanan

Dia melihat, Omnibus Law ini baru wacana, namun akan segera di sahkan. Untuk menghadapi rezim ini, Jilun melihat ada dua cara.

Yaitu mengerahkan massa dan mengajukan secara prosedur atau Yudisial Review.

Ketua Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Sumsel Ali Hanafiah menyatakan tidak setuju dengan Omnibus Law, karena tidak berpihak kepada buruh.

Pihaknya pun akan menuntut dikeluarkannya kluster Ketenagakerjaan, dalam rancangan undang-undang Cipta lapangan kerja.

“Dalam Pembahasan RUU Omnibus Law pihak Serikat Pekerja dan Buruh merasa tidak pernah dilibatkan,” ucapnya.

Divisi Hukum KSBSI Turiman menuturkan, adanya tumpang tindih dan rumit ya dalam pengurusan izin investasi. Hal ini mendasari adanya penyederhanaan regulasi melalui Omnibus Law.

“Konsep penyederhanaan regulasi investasi yang dilakukan oleh Presiden Jokowi salah dan berdampak dalam jangka panjang terutama terhadap lingkungan,” ucapnya.

Sementara itu, menurut Aktivis Lingkungan dan Buruh Sumsel Lubis Hendri, Omnibus Law adalah undang-undang Drakula yang berimplikasi di bidang politik yang membuat cengkraman Feodalisme.

“Kami menolak Omnibus Law, perlu kajian mendalam dan upaya untuk menggelorakan penolakan. Persoalan Omnibus Law harus dikampanyekan secara masif. Peraturan yang ada akan terdegradasi oleh Omnibus Law,” katanya.

Editor : Nefri