MATTANEWS.CO, PALEMBANG – Sidang dugaan kasus korupsi akuisisi PT Satria Bahana Sarana (PT SBS) oleh anak perusahaan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yaitu PT Bukit Multi Investama (BMI), kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Palembang dengan agenda menghadirkan saksi meringankan dari tim kuasa hukum para terdakwa, Jum’at (23/2/2024).
Empat orang saksi meringankan yang dihadirkan diantaranya, Jeffrey Mulyono selaku residen Direktur PT PKN, Desman Parlindungan Lumban Tobing selaku kuntan Publik dari KAP Kanaka Puradiredja, Suhartono, FX Sigit Hery Basuki selaku antan Direktur Utama PT SBS dan saksi Ulil Fahri selaku pensiunan investigator BPKP.
Saat memberikan keterangan di hadapan majelis hakim saksi Jeffrey Mulyono yang sudah lama bergelut pada bidang pertambangan mengatakan, jika PT.SBS pada tahun 2010 memiliki performa yang bagus, namun karena harga batubara yang jatuh pada tahun 2012.
“Sehingga beberapa perusahaan yang menggunakan jasa PT.SBS tidak mampu membayar PT.SBS yang juga menyebabkan kerugian mulai diderita PT.SBS,” terangnya.
Dari pengalamannya yang telah beberapa kali melakukan akuisisi, perusahaan yang akan diakuisisi tidak bisa dibandingkan dengan perusahaan lain, karena setiap perusahaan mempunyai keunikan tersendiri yang tidak ada pembandingnya.
“Jadi proses akuisisi ini berbeda dengan pengadaan barang dan jasa, karena tidak bisa ada pembandingnya,” terangnya.
Sementara itu Desman PL Tobing sebagai Akuntan Publik yang menilai keuangan PT.SBS mengatakan, bahwa PT.SBS telah berkembang jauh lebih baik semenjak dilakukan akuisisi oleh PT BMI, sehingga memberikan kontribusi signifikan kepada PT.BA yang tercermin pada laba bersih PT.BA pada tahun 2015, hanya sekitar 2 triliun telah meningkat pada tahun 2022 menjadi 12,5 Triliun.
“Besaran kontribusi produksi PT.SBS kepada PT.BA juga sudah bisa dihitung berdasarkan laporan sekitar 28% produksi batubara PT.BA dihasilkan oleh PT SBS,” terangnya.
Sedangkan Saksi FX Sigit Hery Basuki sebagai Mantan Direktur PT SBS menjelaskan, manfaat yang diterima PT.BA setelah PT.BMI melakukan akuisisi PT SBS, dapat menurunkan tarif dari kontraktor lain yang kerjasama dengan PTBA, dan mengalami peningkatan produktifitas batubara PT.BA yang signifikan, serta penurunan tarif bahan bakar pada vendor PTBA.
“Yang paling penting per tahun 2023 PT.SBS dinobatkan sebagai pembayar pajak terbesar di Sumsel,” ucapnya.
FX Sigit juga menyampaikan jika pemilik lama PT.SBS yaitu Tjahyono Imawan, telah menyelesaikan seluruh tanggung jawabnya terkait dengan akuisisi sebelum saham 5% PT SBS yang dimiliki PT.TISE yang dibeli oleh PT BAK.
Sedangkan penasehat hukum terdakwa Tjahyono Imawan yaitu Ainuddin menyampaikan, jika akuisisi ini tidak menyalahi aturan sama sekali, bahkan terbukti memberikan sumbangan pajak terbesar di Sumsel, kembali kami mempertanyakan di mana tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh kliennya.
“Terkait keterangan saksi, sepertinya JPU dalam mengembangkan kasus ini tidak dapat membedakan mana pengadaan barang dan jasa dan mana yang merupakan aksi korporasi,” terangnya.
Menurut Ainnudin, JPU sepertinya kebingungan karena menganggap akuisisi yang perhitungannya juga memasukan proyeksi dan potensi keuntungan atas perusahaan yang diakuisisi, menjadi seperti pengadaan barang dan jasa yang bentuk dan harganya sudah pasti.
“Sudah jelas dan terbukti PT.SBS saat ini sudah untung dan ekuitasnya positif kok, artinya akuisisi ini sangat berhasil, jadi di mana kerugian negaranya,” tutupnya.
Kasus dugaan korupsi ini menjerat lima terdakwa, yakni Direktur Utama PTBA periode 2011-2016 Milawarma (M), mantan Direktur Pengembangan Usaha PTBA Anung Dri Prasetya (ADP), Ketua Tim Akuisisi Penambangan PTBA Syaiful Islam (SI), Analis Bisnis Madya PTBA periode 2012-2016 yang merupakan Wakil Ketua Tim Akuisisi Jasa Pertambangan Nurtimah Tobing (NT), dan pemilik lama PT SBS Tjahyono Imawan yang diduga merugikan negara (BUMN) sebesar Rp162 miliar dalam akusisi tersebut.
Majelis Hakim juga menyampaikan sidang selanjutnya akan dilaksanakan pada hari Senin, 26 Februari 2024.