* Dimuka persidangan, keterangan terdakwa tidak sinkron dengan BAP Kepolisian
* Terdakwa mengaku distrum dari kaki hingga kepala
MATTANEWS.CO, PALEMBANG – Kasus dugaan hilangnya barang bukti tangkapan BNNP Sumsel masih terus berlanjut, di Pengadilan Negeri (PN) Klas I A Palembang, dengan agenda mendengarkan keterangan terdakwa Chairil Ubaidi alias Dedi, Senin (24/2/2025).
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Agung Ciptoadi, berlangsung digelar di ruang Cakra PN Palembang, dengan menghadiri Jaksa Penuntut Umum dan tiga Kuasa Hukum terdakwa.
Dimuka persidangan, majelis hakim mencecar terdakwa Chairil Ubaidi alias Dedi dengan pertanyaan seputaran barang bukti narkotika jenis sabu-sabu yang dibawanya, mulai dari siapa yang memberikan, pengambilan barang di Provinsi Medan, kendaraan yang digunakan hingga pada penyergapan di Sungai Lilin.
“Barang bukti sabu itu milik Pakde Agam yang mulia. Awalnya saya berangkat ke Medan, untuk ziarah ke makam orangtua menggunakan mobil milik yang saya beli dari Anton, dengan pembayaran secara cicilan sebesar Rp 3 juta/bulan, tempo terakhir pembayaran bulan Juli 2025 ini. Setiba di Medan, saya dihubungi oleh Pakde Agam, menanyakan kabar dan akhirnya kami janjian bertemu di kuburan,” beber Chairil Ubaidi alias Dedi, dimuka persidangan.
Dikatakan terdakwa, Pakde Agam memberikan koper untuk diantarkan ke Palembang dengan upah sebesar Rp130 juta. Namun, saat itu dirinya menolak ke Palembang, lantaran hanya turun di Betung, Kabupaten Banyuasin, pembayaran pun dipotong menjadi Rp 100 juta.
“Saya tahu itu narkoba jenis sabu yang mulia, tapi tidak tahu jumlah beratnya berapa. Karena saya menolak sampai ke Palembang, jadi Pakde Agam bilang Rp100 juta sampai Betung dan baru dikasih Rp20 juta, sisanya akan dibayarkan jika sampai ketangan suruhan Pakde,” ujar Chairil Ubaidi alias Dedi.
Ketika majelis hakim menanyakan siapa pemilik serta yang menyuruh mengambil narkoba tersebut bernama Anton, terdakwa Chairil Ubaidi alias Dedi mengatakan tidak ada hubungan dengan Anton.
“Saya tidak berhubungan dengan Anton, yang menyuruh saya Pakde Agam yang mulia. Barang itu juga milik Pakde Agam. Saya kenal sama Anton, karena bekerja dengan dia di proyek, memang mobil yang saya gunakan milik Anton, saya beli secara mencicil, karena jika ada job nyopir proyek, saya ikut kerja bersama Anton. Anton tidak ada sangkut paut dengan masalah narkoba ini yang mulia,” paparnya.
Ketua Majelis Hakim Agung Ciptoadi mengatakan, pertanyaan yang mereka ajukan berdasarkan keterangan dari terdakwa sesuai BAP (Berita Acara Pemeriksaan) depan penyidik.
“Mau anda berbohong atau jujur, itu adalah hak anda (terdakwa_red). Kami bertanya sesuai keterangan anda, ketika di BAP polisi,” tegasnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum terdakwa, Marta Dinata didampingi Zulfatah dan Ruli Ariansyah mengatakan, dari keterangan terdakwa ada sesuatu yang menurut pandangan mereka tidak sesuai dengan berita acara KUHAP.
“Kami mohon kepada majelis hakim, untuk kedepan dihadirkan dua anggota, penyidik untuk dimintai keterangan, baik yang memeriksa terdakwa maupun yang diduga melakukan kekerasan terhadap terdakwa dan itu disambut baik oleh majelis hakim,” urai avokat dari LKBH Muba itu.
Disinggung mengenai adanya keterangan terdakwa yang mengaku disiksa, Marta mengatakan akan menempuh jalur hukum, jika terungkap dalam persidangan kemudian hari.
“Kami baru mengetahui adanya dugaan kekerasan saat terdakwa menjalani pemeriksaan penyidik. Kami belum membuat laporan secara resmi. Namun, tidak menutup kemungkinan, jika memang terbukti pada sidang berikutnya ada kekerasan, maka kami akan tempuh jalur hukum,” pungkasnya.