Aristo menambahkan, pihak kami berpegang pada pendapat ahli yang sempat dihadirkan pada sidang beberapa waktu lalu.
“Saksi ahli Dian Budi Simatupang, Malinda dari Universitas Gajah Mada (UGM), Prof Saroza dari Universitas Indonesia (UI), ahli gas yang bekerja di Kementrian ESDM mengatakan bahwa gas tersebut bukan lagi gas negara. Investasi yang dilakukan oleh PDPDE Sumsel sebesar kurang lebih Rp 300 Milyar, tanpa modal dari PDPDE Sumsel Pemerintah Daerah mendapatkan PAD besar setiap tahun nomor dua setelah Medco Energi, pertanyaannya apakah ini tidak dinilai sebagai keuntungan negara,” ujar Aristo.
Seharusnya, lanjut Aristo, BPK menanggapi pertanyaan kami dalam persidangan, BPK belum secara spesifik melakukan audit berkaitan dengan bisnis gas, sehingga diragukan validitas hasil perhitungan kerugian negara.
“Kalau satu unsur tidak terpenuhi terkait kerugian negara, bagaimana bisa dibilang perbuatan melawan hukum. Sudah seharusnya ini objektif, majelis hakim memberikan putusan bebas terhadap klien kami,” pungkasnya.