MATTANEWS.CO, PALEMBANG – Kasus penganiayaan dokter koas Unsri Muhammad Luthfi oleh terdakwa Fadilla alias Datuk, kembali jalani sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, dengan agenda menghadirkan Ahli Bahasa dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel, Selasa (25/4/2025).
Sidang diketuai oleh majelis hakim Corry Oktarina SH MH, JPU Kejati Sumsel Rini Purnamawati, serta dihadiri oleh Liney Oktaviany, Ahli Bahasa dari Balai Bahasa provinsi Sumsel
Dalam persidangan Liney Oktaviany yang merupakan Ahli Bahasa, memaparkan keahliannya di hadapan majelis hakim, menurut majelis hakim apa yang disampaikan oleh saksi Sri Meilina, menurut ahli dilakukan secara spontan.
Mendengar pernyataan Ahli, hakim Anggota Edi Cahyono SH MH mempertanyakan makna kata saksi Sri Meilina, yang menyatakan kepada korban Luthfi, saya ini orang Komering (Suku di Sumsel) dan mengatakan saya ini lulusan sarjana hukum, saya tidak takut, kamu mau jalur apa, jalur hukum, jalur polisi, jalur preman ayo, apa maknanya?.
“Karena dari statemen saksi Sri Meilina inilah diduga jadi pemicu, terjadinya penganiayaan yang dilakukan oleh terdakwa Fadilah alias Datuk terhadap korban Luthfi,” tanya hakim anggota.
Ahli menjawab, saya tidak bisa menjawab itu, karena saya hanya berdasarkan fakta bahasanya bukan tindakannya.
“Saya mengacu kepada teori Speaking, saya hanya berdasarkan teks dan konteks, pada situasi dan kondisi pada orang tersebut, dari penggunaan bahasa-bahasa gaul itu sah-sah saja, bahasa non formal,” tegas Ahli
Mendengar peryataan Ahli, hakim kembali mempertanyakan kepada ahli, apakah anda diperlihatkan rekaman video kejadian pemukulan oleh terdakwa Fadilah alias Datuk terhadap korban Luthfi?
“Saya tidak pernah diperlihatkan video kejadian, saya hanya mendengarkan dan diperlihatkan teks percakapannya saja,” ungkap Ahli sedikit membuat hakim terkejut dengan keterangannya.
Apakah anda tahu makna perkataan saksi Sri Meilina ini, hakim memerintahkan JPU untuk kembali membacakan pernyataan Sri Meilina, yang menyatakan bahwa Lady merupakan anak tunggal lo, jadi kamu jangan ketawa-ketawa, apa maksud kamu ketawa seperti itu, kau jangan macam-macam lo, saya orang Komering Asli, dijawab saksi Korban “Ya” Kamu mau jalur apa? jalur Polisi, jalur Ipda, kamu kan berpendidikan, kamu ketua kelompok koas, harusnya ketua kelompok itu amanah, koas tu belum ada apa-apanya, kamu jadi ketua kelompok aja gak mampu, gimana mau mengatur Rumah Tangga, larikan handphone itu dia merekam, larikan dulu.
Hakim bertanya kepada Ahli, apakah pernyataan saksi Sri Meilina “Mau Jalur Apa” ini, ada hubungannya, kira-kira suasana hati pembicara seperti apa?
“Pernyataan saksi Sri Meilina Spontan, ada emosi, ada reaksi spontan, terkait pernyataan jangan macam-macam, hanya peringatan saja, hanya untuk pemberitahuan,” terang Ahli.
Terkait statemen ahli yang menyatakan bahwa ucapan saksi Sri Meilina tidak dapat memicu dan memancing terjadinya penganiayaan, kalau kalimat tersebut disampaikan dengan kondisi emosi berlebihan bisa tidak, tanya jaksa penuntut.
“Intonasi jangan macam-macam itu ada unsur emosi dan spontan,” jawab Ahli.
Hakim menjelaskan kepada ahli, bahwa dari pernyataan saksi Sri Meilina dalam kenyataannya terjadi peristiwa pemukulan oleh terdakwa terhadap korban.
“Anda mengatakan tidak ada unsur dalam fakta kebahasaan, tapi kenyataannya terjadi diluar fakta kebahasaan, ternyata yang terjadi tindak pidana kekerasan yang dilakukan orang lain, kenyataannya memicu terjadinya kekerasan,” tegas hakim.
Dalam dakwaan JPU, kejadian bermula saksi Sri Meilina menghubungi Terdakwa melalui telepon untuk meminta Terdakwa menjadi sopir, pada saat itu Terdakwa sedang berada di rumahnya dengan tujuan agar Terdakwa menemani Saksi Sri Meilina.pada hari itu tanpa menjelaskan tujuannya, karena saksi Sonny selaku sopir Saksi Sri Meilina sedang mengantar Saksi Lady Aurellia Pramesti (Anak Saksi Sri Meilina).
Atas tawaran tersebut, Terdakwa Fadilah Datuk menyetujui permintaan Saksi Sri Meilina, karena pada saat itu Terdakwa sedang tidak ada kegiatan lain, kemudian Terdakwa dan Sri Meilina pergi menuju ke arah RS Siti Fatimah.
Saksi Sri Meilina mendapatkan informasi dari anaknya yaitu Saksi Lady Aurellia Pramesti yang sedang menjalankan tugas sebagai coass di Stase Anak RS.Fatimah mendapatkan jadwal piket jaga coass stase anak 2 hari sekali jaga malam, sementara 5 kelompok lainnya mendapat jadwal piket jaga malam 4 hari sekali.
Kemudian Saksi Sri Meilina menelepon Saksi Muhammad Luthfi Hadhyan yang merupakan Ketua/Chief Stase Anak RS. Siti Fatimah untuk mengajak bertemu, namun karena Saksi Muhammad Luthfi Hadhyan sudah keluar dari RS.Siti Fatimah maka Saksi Sri Meilina mengajak Saksi Muhammad Luthfi Hadhyan untuk bertemu di Restoran Brasserie di Jl. Demang Lebar Daun Kelurahan Demang Lebar, disetujui oleh Saksi Muhammad Luthfi Hadhyan, sehingga Saksi Sri Meilina bersama Terdakwa melanjutkan perjalanan ke Restoran Brasserie.
“Saat saksi Sri Meilina dan Terdakwa tiba di parkiran Restoran Brasserie, tidak lama kemudian Saksi Muhammad Luthfi Hadhyan tiba di lokasi bersama Saksi Athiya Arisya Candraningtyas dan Saksi Kundyah Khairunnisa, mereka duduk di meja kedua dari tangga, dengan posisi Saksi Muhammad Luthfi Hadhyan duduk berhadapan dengan Saksi Sri Meilina di satu meja,
Selanjutnya saksi Sri Meilina dengan nada emosi membahas mengenai pembagian jadwal piket jaga coass stase anak karena menurut Saksi Sri Meilina pembagian jadwal piket tersebut tidak adil, saksi Sri Meilina juga membahas mengenai sikap Saksi Muhammad Luthfi Hadhyan selaku Ketua/Chief Stase Anak RS Fatimah yang seharusnya mendengarkan keluhan dari anggotanya termasuk keluhan dari Saksi Lady Aurellia Pramesti.
Lalu Saksi Muhammad Luthfi Hadhyan menjelaskan jika jadwal jaga tersebut sudah beberapa kali diubah untuk menyesuaikan keinginan dari Saksi Lady Aurellia Pramesti dan sudah ada kesepakatan yang disetujui oleh seluruh coass stase anak, sehingga Jadwal Jaga sudah diteruskan kepada Dokter Penanggungjawab, mendengar jawaban saksi Muhammad Luthfi tersebut, Sri Meilina langsung berkata berkata kamu kurang ajar.
Kasian orang tua kalian punya anak kayak kalian, belum jadi apa-apa saja sudah kurang ajar, biar kalian tau ya, anak saya itu biarpun dia anak tunggal tapi dia tidak manja, mendengar hal tersebut, Saksi Muhammad Luthfi Hadhyan dan Saksi Athiya Arisya Candraningtyas langsung tersenyum, melihat reaksi dari Saksi Muhammad Luthfi Hadhyan dan Saksi Athiya Arisya Candraningtyas tersebut, membuat Saksi Sri Meilina menjadi emosi dan berkata Kalian jangan ketawa-ketawa, jangan kurang ajar kalian dan melihat serta mendengar hal tersebut juga menyulut emosi Terdakwa.
Sehingga Terdakwa langsung berdiri dari tempat duduknya dan mendekati Saksi Muhammad Luthfi Hadhyan, lalu Terdakwa dengan menggunakan tangan mendorong bahu kiri Saksi Muhammad Luthfi Hadhyan sebanyak 2 dan mendorong bahu kanan Saksi Muhammad Luthfi Hadhyan sebanyak 1 kali sehingga membuat keadaan menjadi memanas.
Kemudian Terdakwa dengan menggunakan tangan menekan pipi sebelah kanan Saksi Muhammad Luthfi Hadhyan sebanyak 1 kali, lalu Terdakwa menarik tangan sebelah kanan Saksi Muhammad Luthfi Hadhyan secara paksa sehingga posisi Saksi Muhammad Luthfi Hadhyan menjadi berdiri.
Selanjutnya Terdakwa dengan menggunakan tangan mencakar dada bagian tengah Saksi Muhammad Luthfi Hadhyan sebanyak 1 kali, memukul bagian wajah sebelah kiri sebanyak 4 kali sehingga menyebabkan Saksi Muhammad Luthfi Hadhyan terjatuh, kemudian Terdakwa kembali dengan menggunakan tangan memukul wajah dan kepala Saksi Muhammad Luthfi Hadhyan sebanyak 5 kali.
Beberapa saat kemudian Terdakwa kembali mendekati dan memukul Saksi Muhammad Luthfi Hadhyan pada bagian wajah dan kepala sebanyak 9 kali, selanjutnya melihat kondisi Saksi Muhammad Luthfi Hadhyan yang berdarah, lalu Saksi Athiya Arisya Candraningtyas dan Saksi Kundyah Khairunnisa membawa Saksi Muhammad Luthfi Hadhyan ke RS. Bhayangkara untuk berobat.
Atas perbuatannya Terdakwa dijerat dan diancam pidana dalam Pasal 351 ayat (1) KUHPidana.