Korupsi Kepala Daerah: Potret Lemahnya Public Moral Pejabat Publik

Menurutnya, seseorang akan korupsi jika hasil (reward) yang didapat dari korupsi lebih tinggi dari hukuman (penalty) yang didapat dan kemungkinan (probability) tertangkapnya kecil. Dalam perspektif teori kriminologi menjelaskan, bagaimana kejahatan dapat terjadi, faktor lingkungan dan ekonomi menjadi faktor dominan yang mendorong manusia melakukan kejahatan. Namun, jauh dari pada itu, terjadinya korupsi tidak hanya sampai pada faktor kalkulasi reward dan penalty, dan juga tidak selalu berkutat pada wilayah dorongan ketidakmampuan ekonomi dan pengaruh lingkungan semata, tetapi faktor etika moral pejabat publik.yang barang kali tidak dimiliki dalam nurani pejabat publik.

Amanah sebagai pejabat publik di wilayah eksekutif daerah seperti Gubernur, Bupati dan/atau Walikota merupakan amanah yang diberikan langsung oleh rakyat. Mesikpun jabatan yang diemban adalah jabatan politik, tetapi aturan hukum menjadi aturan main dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dalam menjalankan roda pemerintahan, asas-asas umum pemerintahan yang baik (good govenrnance) menjadi patron utama, dan public servant menjadi asas utama sebagai parameter suatu pemerintahan disebut sebagai pemerintahan yang baik.
Menjadi dilematis dan ironi, saat amanah rakyat kemudian tidak dijalankan dengan optimal, alih-alih mewujudkan pelayanan publik yang baik, Kepala Daerah memilih korupsi dan khianat akan amanah rakyat. Dalam dimensi nilai, seyogyanya pemimpin mengedepankan kepentingan rakyat diatas segalanya, bukan sebaliknya. Pendidikan nilai dan pemahaman akan public moral dalam diri pejabat publik memang harus diakui masih sangat lemah. Hal itu terbukti dengan angka kasus tipikor yang dilakukan kepala daerah sebagai salah satu kasus tipikor tertinggi.

Bagikan :

Pos terkait