MATTANEWS.CO, PALEMBANG – Lima bakul gorengan berjejer rapi diatas meja terpal biru. Aneka gorengan tersaji mulai dari pempek, tahu isi goreng, tempe goreng, gorengan oncom dan pisang goreng. Jemari Ella, 45 tahun, pedagang gorengan di Pasar 16 Ilir Palembang itu terlihat sibuk menggerakkan tangannya membalik gorengan di wajan penggorengan yang berada tak jauh dari meja itu.
Suara siulan dari teko diatas tungku pun terdengar syahdu. “Mau beli apa aja, satu gorengan seribu rupiah,” ucap Ella, saat melayani pembeli, Selasa (29/11/2022).
Wanita paruh baya itu tak sendiri, ia ditemani sang suami, Anton (54 tahun). Mereka sudah 4 tahun lebih berjualan gorengan di pasar tersebut.
Sebelumnya, ia menjual gorengan di kawasan kampus Bina Darma Palembang. Dari hasil jualan gorengan inilah, ia dan suami dapat menghidupi 4 orang anaknya yang masih duduk di bangku sekolah.
“Ini satu-satunya mata pencaharian kami. Anak kami bisa kami hidupi dari hasil kerja keras kami ini. Kami jualan gorengan dari jam 6 pagi sampai jam 7 malam, setidaknya keuntungan yang kami dapat sekitar Rp80.000 per harinya,” ucapnya.
Ella menjelaskan, ia hanya lulusan sekolah dasar yang tak memiliki keahlian lain selain memasak. Begitupun dengan suami. Awalnya suami memiliki kerjaan serabutan, namun dengan usianya yang tak muda lagi membuat suaminya dirumahkan.
“Dulu suami saya masih kuat dan sehat, jadi bisa kerja serabutan, apa saja yang diajak orang. Tapi setelah usianya menua, suami memilih membantu saya berjualan,” ucapnya.
Diakui wanita yang menggunakan kaos hitam itu, usahanya tak pernah sepi pengunjung. Pembeli selalu berdatangan untuk membeli gorengan atau memesan kopi dan es teh.
“Karena banyak yang beli, jadi kalau jualan sendiri agak repot. Pernah karena kerepotan, saya mengalami luka karena tersenggol penggorengan,” ucapnya.
Meski terlihat mudah, namun Ella mengaku banyak resiko yang dialaminya saat berjualan. “Resikonya banyak, karenanya kalau jualan sendiri, repot banget,” ucapnya.
Ella menuturkan dirinya bercita-cita bisa hidup sejahtera bersama keluarganya, meski saat ini harus ekstra kerja keras banting tulang. Warga Kecamatan Jakabaring ini pun sempat kuatir jika terjadi hal yang tak diinginkan selama dirinya bekerja.
Namun semua kekuatiran itu pudar setelah ia mendapat kesempatan dari Gubernur Sumsel berupa didaftarkan dan mendapat keringanan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Menurut Ella, meski hanya dibayarkan dua bulan oleh pemerintah, namun ia sudah bersyukur. “Setidaknya kami sudah terdaftar dan tidak perlu repot-repot untuk mendaftar lagi. Nantinya kami akan meneruskan pembayaran yang hanya Rp16.800 per bulan, masih bisa kami bayarkan,” ucapnya.
Ia juga lega setidaknya setelah terdaftar sebagai peserta, dirinya bisa mendapatkan jaminan sosial, jaminan hidup keluarganya jika terjadi kecelakaan kerja.
“Saya dan suami sudah terdaftar. Kami ingin memberikan ketenangan pada anak-anak kami, jika nantinya ada hal yang tak diinginkan terjadi,” ucapnya.
Hal serupa juga dialami Mita, 32 tahun, pegawai toko pakaian Linda Selapan di lorong 7 lantai 1 Pasar 16 Ilir Palembang. Dengan sudah terdaftar dirinya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan membuat Mita lebih tenang dan nyaman dalam bekerja.
“Saya sehari-hari berangkat dari rumah ke pasar 16 Ilir. Mulai dari jam 6.30 WIB sampai jam 17.00 WIB. Sudah 5 tahun bekerja disini, dan sekarang baru terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan,” ucapnya.
Mita mengaku ia dan 4 orang karyawan lainnya di toko itu juga mendapatkan fasilitas yang sama. “Kami didaftarkan menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, dan alhamdulillah, saya sangat bersyukur, karena memang sejak lama ingin terdaftar. Karena BPJS Ketenagakerjaan ini bisa untuk melindungi jika terjadi kecelakaan kerja. Karena kita tidak pernah tahu dengan masa depan seperti apa,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sumsel Koimuddin mengatakan, pihaknya tidak hanya fokus untuk mendorong perusahaan mengcover karyawannya menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, namun juga bagi pekerja sektor nonformal juga menjadi perhatian utama.
“Kalau karyawan perusahaan kan enak mereka ditanggung perusahaan, ada undang-undang yang mengatur mereka. Jika tidak menanggung pekerjanya, maka perusahaan bisa disanksi. Tapi kalau nonformal, mereka bisa apa?,” ucap Koimuddin.
Untuk itu, Pemprov Sumsel menggandeng perusahaan untuk berkontribusi CSRnya untuk mengcover iuran pekerja nonformal. “Kami sebelumnya mendaftarkan 1.200 ustadz dan ustadzah, lalu 300 anggota PHDI, dan kami juga mengcover 2.000 pedagang di Pasar 16 Ilir Palembang. Komitmen kami adalah agar semua pekerja nonformal ini bisa terlindungi dan ada jaminan sosial,” ucapnya.
Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cabang Kota Palembang, Moch Faisal mengungkapkan, sektor pekerja non formal ini memang sangat rentan terjadi kecelakaan kerja. Pekerja non formal di kota ini sangat banyak, dan ini menjadi fokus utama pihaknya.
“Jadi memang sasaran kami adalah pekerja nonformal. Mereka ini mulai dari pedagang, buruh, penarik becak dan sebagainya. Mereka belum terlindungi jaminan sosial, karenanya kami ingin agar mereka bisa mendapatkan manfaat dengan tergabung dalam BPJS Ketenagakerjaan,” ucapnya.
Untuk mendaftar itu, mereka hanya perlu membayar iuran Rp16.800 per bulan. “Tapi manfaat yang didapat sangat besar. Jika terjadi kecelakaan kerja, mereka bisa mendapatkan santunan, dan ahli waris mereka juga akan mendapatkan manfaat ini,” pungkasnya.