Reporter : Poppy Setiawan
JAKARTA, Mattanews.co– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penangkapan terhadap Ketua DPRD Muara Enim, Ar dan mantan Kepada Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Raktat (PUPR) Kabupaten Muara Enim, Ram. Hal tersebut merupakan pengembangan dari kasus suap proyek di Kabupaten Muara Enim yang dilakukan oleh Bupatinya Ahmad Yani.
“Penangkapan dua tersangka hasil pengembangan penyidikan kasus korupsi Kabupaten Muara Enim atas nama tersangka RS, dan AHB, tadi pagi, Minggu 26 april 2020 jam 07.00 WIB, dan 08.30 WIB di rumah tersangka di Palembang,” kata Ketua KPK Firli Bahuri di Jakarta, Minggu (26/04/2020) malam.
Penangkapan ini dilakukan usai penyidik memperoleh bukti yang cukup. Penangkapan kedua tersangka sudah berdasarkan hukum yang berlaku.
“Kita komitmen untuk melakukan pemberantasan sampai tuntas. Kita terus selesaikan perkara-perkara korupsi walau kita menghadapi bahaya Corona (covid-19). Tapi pemberantasan tidak boleh berhenti baik dengan cara pencegahan maupun penindakan,” ujar Firli.
Firli menuturkan penangkapan dilakukan pada Minggu (26/04/2020) pagi. Namun, dirinya tak menjelaskan lebih lanjut mengenai latar belakang identitas dua tersangka yang ditangkap.
“Tadi pagi Minggu tanggal 26 April 2020 pukul 07.00 WIB dan 08.30 WIB di rumah tersangka di Palembang,” tutur pria yang juga pernah menjadi Kapolda Sumatera Selatan tersebut.
“Hasil penyidikan diperoleh bukti yang cukup sehingga KPK melakukan penangkapan terhadap kedua tersangka tersebut,” sambungnya.
Dalam perkara ini, Ahmad Yani dituntut tujuh tahun penjara atas kasus dugaan suap proyek senilai Rp130 miliar pada sidang virtual yang diselenggarakan online oleh Pengadilan Tipikor Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (21/04/2020).
Selain tuntutan pidana penjara, Yani pun dituntut denda Rp300 juta subsider enam bulan penjara dan wajib mengembalikan kerugian negara senilai Rp3,1 miliar. Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun menuntut agar hak politik Yani dicabut.
“Terdakwa telah menyalahgunakan wewenang yang ada sebagai kepala daerah. Jadi hak politik yang dicabut adalah wewenang untuk dipilih atau maju kembali. Sedangkan untuk memilih tetap bisa,” ujar JPU KPK Roy Riyadi.
Editor : Poppy Setiawan