Dirinya menjelaskan, dengan satu organisasi ke dalam bidang pengawasan dari kinerja dan etik dari profesi advokat, tentu menjadi sebuah terobosan.
“Disisi lain, untuk operator atau pelaksana dari organisasi yang ada, tentu harus tetap multibar atau banyak organisasi. Apalagi, dari data yang ada, jumlah organisasi advokat di seluruh Indonesia sekitar 50 organisasi, itu mempunyai AD/ART tersendiri dan sudah melaksanakan PKPA,” ujarnya.
Suteki menambahkan, untuk pengawasan etik dan kinerja dari advokat, memang perlu satu organisasi, namun tetap operator atau pelaksananya itu tetap multi bar.
“Ya, bisa diibaratkan Komisi Etik atau sejenisnya, namun tetap di dalam kepengurusan terdiri dari perwakilan setiap organisasi. Tentunya hal tersebut sangat bertentangan dengan UU Advokat tersebut,” terangnya.
Sementara itu, Guru Besar UNILA,
Prof DR Rudi Lukman mengungkapkan, pada dasarnya kenyataan hukum yang ada saat ini Multi bar. Yang perlu dipikirkan adalah membuat satu Majelis Dewan Etik, untuk membawahi dan mengawasi advokat-advokat yang ada. Ini juga menjadi momentum dan refleksi dari UU Advokat yang usianya sendiri sudah lebih dari 20 tahun.