MATTANEWS.CO, PALEMBANG – Dituduh caplok tanah ahli waris Bajumi Wahab dengan luas 78 hektare, Heriyanto pemilik tanah dengan sertifikat (SHM) no:06944 atas nama Heriyanto yang diterbitkan oleh BPN Banyuasin tahun 2008 dengan surat ukur no:977/Kenten/17 Desember 2008, dengan luas 9.974 M2 yang berada di jalan: Talang Jering, lorong: Gotong Royong Kelurahan Kenten Kecamatan Talang Kelapa, jalani sidang di Pengadilan Negeri, dengan Agenda keterangan saksi Adechart, Senin (20/1/2025).
Sidang diketuai oleh majelis hakim Kristanto Sahat SH MH, dihadiri oleh JPU Rini Purnawati melalui Jaksa Pengganti Neni Karmila, serta dihadiri oleh terdakwa didampingi oleh Penasehat hukumnya dari Kantor hukum Hendra Jaya dan Rekan.
Saat diwawancarai usai sidang Hendra Jaya SH MH didamping Rizal, Ilyas dan Dahlan selaku penasehat hukum terdakwa Heriyanto mengatakan, klien kita ini memiliki sebidang tanah dengan luas lebih kurang 1 Hektare, yang berada di wilayah Talang Jering RT:02 Kelurahan Kenten Kecamatan Talang Kelapa, dan tanah klien kami ini telah memiliki sertifikat (SHM) yang diterbitkan oleh BPN Banyuasin pada tahun 2008.
“Namun di tahun 2018 ada pihak yang mengakui tanah klien kami yaitu dari pihak ahli waris Bajumi Wahab dan terjadi sengketa dengan tuduhan klien kami diduga memalsukan surat, sehingga terbitnya sertifikat dengan nomor:06944 yang dilaporkan oleh penggugat ke Polda Sumsel,” terang Hendra.
Terbitnya sertifikat tersebut bersama warga RT:02 pada zaman kepemimpinan presiden SBY melalui program Ajudikasi seperti Program Prona, saat penerbitan sertifikat lahan tersebut telah dikuasai dari tahun 80.
“Dan tidak ada yang menyangga, sehingga terbitnya sertifikat dengan Nomor:06944 oleh BPN Banyuasin, namun pada tahun 2018 pihak yang mengaku dari Ahli waris Bajumi mengakui tanah tersebut milik mereka, dari 2018 perkara ini baru naik di tahun 2024, namun laporan yang dibuat oleh Ahli waris hanya dokumen GS dalam bentuk FotoCopy tidak dilengkapi dokumen GS yang Asli, dengan alasan hilang,” terangnya.
Klien kami mendapatkan tanah tersebut dari orang tuanya dan sudah dikuasai dari tahun 60 an hingga sampai saat ini.
“Dalam perkara ini kami banyak melihat kejanggalan, pelapor dalam perkara ini bukan ahli waris Bajumi, tapi melalui pengacara Rahmawati Hatta, Rachmawati Hatta mendapat kuasa dari anak Bajumi atas nama Rita dan statusnya sudah meninggal dunia, dan menurut anak Bajumi yaitu Sahrul bahwa Rita sudah meninggal dan dikuasakan Irfan dan Irfan ini sudah meninggal juga, secara hukum acara pidana, apabila seorang pelapor, terlapor, terdakwa atau tersangka meninggal dunia seperti yang diatur dalam pasal 77 KUHAP maka perkara tersebut tidak bisa dilanjutkan, begitu juga dengan pelapor,” urainya.
Berdasarkan ahli hukum pidana yang menyatakan jika pelapor meninggal maka legal Standing nya tidak berlaku dan perkara tersebut wajib untuk dihentikan.
“Langkah hukum yang akan kami ambil adalah meminta supaya klien kami dibebaskan demi hukum dan meminta perkara ini onslag mungkin terbukti secara perdata bukan pidana, akui dulu kepemilikannya apakah benar milik Bajumi yang mengklaim tanah tersebut seluas 78 hektare, namun dalam perkara ini pihak ahli waris Bajumi tidak mengetahui batas Utara, Barat Selatan dengan luas 78 hektare tersebut, dan dalam perkara ini pihak ahli waris hanya berdasarkan akta hibah tahun 66 dan hanya dalam bentuk fotocopy saja” ungkapnya.