Penulis : Sinta Apriani (Mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang)
Nim : 2030503091
MATTANEWS.CO, PALEMBANG – Jufrizal sosok lelaki asal Aceh yang berhasil menuntut ilmu hingga ke Negeri Cina.
Laki-laki yang memiliki tinggi badan sekitar 165 CM, memiliki perawakan kumis yang tipis yang sedang memakai baju batik lengan panjang. Beliau adalah seorang dosen yang sangat ramah kepada mahasiswa ketika di temui pada siang itu, Kamis (17/11/2022) lalu.
Latar belakang yang menarik membuat penulis merasa tertarik akan membahas bagaimana perjuangan anak Aceh menuntut ilmu hingga sampai ke Negeri Cina.
Semasa kecil hingga memasuki jendela SMA ia hidup berdampingan dengan komplik Aceh yaitu GAM atau bisa disebut Gerakan Aceh Merdeka melawan pemerintah. Pada Tahun 2005 ia memasuki dunia perkuliahan.
“Awal masa kuliah saya bergejolak pada jurusan, saya berpikir kalau selesai kuliah saya mau kerja kemana karna tidak ada kemampuan pada bidang tersebut, lalu Abang saya menasehati saya kalau mau berhasil kuliah ikuti organisasi. Dan dari nasehat tersebut saya mencoba mengikuti organisasi, lalu saya banyak bertemu kakak-kakak tingkat yang mempunyai potensi diri. Dari sanalah saya beranggapan ternyata kuliah ini jangan berniatan untuk mencari kerja, tapi niatkan untuk mencari ilmu lalu kembangkan ilmu tersebut,” ujar Jufrizal, ketika ditemui di ruang dosen falkultas dakwa dan komunikasi.
Lelaki yang berusia 37 Tahun itu sngatlah gemar menulis, pertama ia menulis yaitu tentang majalah kampus biasa. Namun dengan bakat dan kemampuannya menulis, semester 5 ia mulai bekerja di media. Gaji pertamanya terbilang fantastis bagi penulis awam yaitu 700 ribu. Media perdana tempat ia bekerja tersebut ialah Pantau.
“Saya awalnya seorang penulis lepas tentang agama, politik dan gerakan sipil di Aceh, saya pun mengajar studi jurnalistik di Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Ar-Raniry,” ungkap Jufrizal sembari tersenyum.
Selain aktif menulis di Pantau, ia juga aktif di SumberPost dan Aceh Feature. Ia juga sosok yang berperan penting dalam berdirinya SumberPost. Di Pantau dan Aceh Feature pada masa itu ada 6 orang penulis aktif asli Aceh. Karena keprihatianan 3 orang tokoh pimpinan Pantau terhadap dunia jurnalis di Aceh, tahun 2008 mereka mengajar studi jurnalistik di kampus IAIN Ar-Raniry. Ke tiga tokoh itu yaitu, Andreas Hartono, Samiadji Bintang dan Linda Chisyanti. Jufrizal banyak mendapat ilmu jurnalistik dari Linda dan Andres, karena ia merasakan langsung diajarkan oleh mereka.
Jufrizal Lahir Meureudu Aceh Jaya, 26 Juni 1984 ia adalah anak ke-3 dari pasangan M. Daud dan Rosnah. Kedua orang tuanya berkerja sebagai petani dan tukang jahit.
“Saya terlahir dari keluarga yang sederhana, pada masa saya kuliah semester 3 saya juga memiliki 2 orang saudara yang sama-sama masih menempuh bangku kuliah, membuat saya dan saudara saya mengalami kekurangan ekonomi pada saat itu. Maka untuk mencukupi ekonomi saya dan saudara harus menjual katong plastik ke para pedagang untuk menambah puing rupiah. Jika tidak seperti itu saya harus mengoleskan sedikit penghangat di perut,” ujar Jufrizal.
Setelah 6 tahun berkelana menjadi penulis dan mahasiswa, ia baru bisa menyelesaikan studinya pada tahun 2011. Motivasi beliau untuk menyelesaikan skripsinya tidak lain karena orang tua. Lalu pertanyaannya, kenapa seorang penulis sendiri selama itu menyelesaikan skripsinya. Jawabannya, karena ia sudah nyaman menjadi penulis di beberapa media dan sudah tidak terlalu fokus pada skripsinya. Akhirnya, orang tuanya sendiri yang mengingatkan beliau untuk menyelesaikan studinya.
Setelah lulus S1 ia langsung melanjutkan Pendidikan S2 dan mendapatkan beasiswa ke Nanchang University. Ia mengikuti jalur normal dan memulai dengan menulis pengalaman bagaimana ia berorganisasi, bagaimana ia menulis tentang HAM dan politik di Aceh. Karna penerimaan beasiswa di lihat dari pengalaman dan dampak apa yang ia berikan ketika ia masih menjadi mahasiswa dan apa dampak kedepannya yang bisa ia berikan.
“Motivasi saya untuk kuliah ke luar negeri yang pertama memang saya ingin kuliah S2 Jurnalistik, berhubung tidak ada di Indonesia jadi saya berniatan ingin kuliah ke luar Negeri. Alasan kedua karna saya pernah menulis opini tentang kontroversi perempuan duduk di warung kopi, karna di anggap melanggar budaya atau etika akhirnya wanita yang duduk di warung kopi adalah hal yang menjatuhkan harkat dan martabat bangsa saya tidak terima, akhirnya saya balas opini itu, pada saat itu terjadilah diskusi akademisi di kampus-kampus sekolah jurnalisme, opini pertama dari seorang dosen dan opini kedua dari saya yang baru usai kuliah akhirnya sampai 4 opini membahas hal yang sama opini ketiga dari seorang perempuan, ia adalah seorang aktivis tapi opininya termasuk menyerang saya ada satu kalimat yang sangat membekas di diri saya ia bilang mungkin Jufrizal tidak pernah keluar Negeri makanya ia tidak tau kondisi gimana warung kopi di luar Negeri. Ketika saya membaca opini itu niat hati saya suatu saat saya harus ke luar Negeri. Setelah 2 atau 1 bulan ia menulis opini itu akhirnya saya lulus ke Cina dan yang saya lakukan persis yang ia anjurkan ketika saya berada di Cina saya pergi ke warung kopi dan menyaksikan langsung bagaimana kondisinya, ya ternyata lebih kuat budaya kita ke Islamannya dalam artian menghargai,” beber laki-laki yang berusia 37 Tahun itu.
Jufrizal menempuh pendidikan S2 selama 3 tahun yaitu 2012 sampai 2015. Kini ia adalah seorang Dosen tetap di kamus biru Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang. Sekarang ia sudah menikah dan memiliki dua orang anak.(*)