MATTANEWS.CO, PALEMBANG – Sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) SMA Negeri 2 Buay Pemanca Kabupaten OKU Selatan tahun anggaran 2022, yang menjerat 3 orang terdakwa, dengan nilai proyek Rp 2 miliar 247 juta lebih, dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 719 juta, kembali di gelar di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, dengan agenda menghadirkan mantan Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Sumsel yaitu Riza Fahlevi, Senin (12/8/2024).
Sidang diketuai oleh majelis hakim Pitriadi SH MH, dihadiri Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari OKU Selatan, tim penasehat hukum para terdakwa, serta dihadiri oleh saksi diantaranya, Yudi, Iskandar dan Riza Fahlevi yang merupakan mantan Kadisdik Sumsel.
Ketiga terdakwa tersebut yaitu, Joko Edi Purwanto MSi selaku Kabid SMA Diknas Sumsel dan PPK, terdakwa Indra SE sebagai penyedia jasa konstruksi, dan terdakwa Adi Saputra ST selaku konsultan perencana pengawas.
Jaksa penuntut umum (JPU) Kejari OKU Selatan Bob SH, menggali keterangan dari saksi Riza Fahlevi sebagai Kepala Dinas Pendidikan Sumsel dan pengguna anggaran (PA) dalam proyek sekolah baru ini.
Bob mempertanyakan kepada saksi Riza Fahlevi, sebagai Kadisdik apakah saksi pernah membawa pagu anggaran proyek USB ke DPRD Sumsel dan Banggar, dan mengapa nilai pagu anggarannya sebesar Rp 2,3 miliar.
Dalam keterangannya di persidangan Riza Fahlevi mengatakan, bahwa dirinya mengaku tidak mengetahui secara teknis karena sudah saya serahkan kepada KPA dan PPK.
“Saya tidak tahu itu secara teknis, karena sudah ada KPA dan PPK, sampai dengan pemenangan pun saya tidak tahu, seharusnya memang ada laporan, tapi tidak ada laporan dari PPK dan PPTK dan saya juga tidak mempertanyakan kegiatan tersebut,” jawab Riza.
Riza kembali menjelaskan, bahwa perihal SK Gubernur sendiri, saat itub Kabid SMA Masherdata, sudah mengajukan pengunduran diri.
“Namun yang disetujui pengunduran hanya sebagai PPK, tapi tidak untuk jabatan Kabid SMA dan masih berlanjut, dan pada bulan Oktober Joko Edi Purwanto menjabat sebagai Kabid SMA,” tegas Riza.
Sementara itu giliran Hapis Muslim SH selaku penasehat hukum terdakwa, mempertanyakan kepada saksi Riza Fahlevi, dimana saksi tadi mengatakan kurang tahu terhadap proyek sekolah baru ini, tapi ada tim yang menyusun, itu bagaimana.
“Jadi bulan April proposal USB masuk, saya langsung disposisi ke bidang masing-masing, saat itu kabid SMA masih Masherdata,” jelas Riza.
PH terdakwa terus menggali keterangan saksi Riza Fahlevi, dalam struktuk Disdik itu ada Kabid SMA, Kabid PKL dan Kabid SMK dibawahnya Kasi lalu staff, kalau staff melakukan kesalahan siapa yang bertanggung jawab dalam pekerjaan ini? bahwa terdakwa Joko Edi Purwanto diduga melakukan kesalahan, apakah Kepala Dinas Pendidikan juga punya tanggung jawab.
“Tidak ada, karena sudah saya kuasakan sepenuhnya ke KPA, secara teknis,” jawab Riza.
PH terdakwa kembali mencecar saksi Riza selaku Kadisdik Sumsel pada saat itu, terkait SK yang diterbitkan tanggal 18 Maret 2022, untuk pengangkatan Masherdata sebagai KPA dan Nasrul sebagai PPTK itu bagaimana.
“Nasrul PPK pertama, Kabid SMA masih Masherdata, pembinaan saya lakukan untuk semua proyek dari sebelum dimulai, secara menyeluruh, tidak ada yang spesial,” ujar Riza menjelaskan.
Baik saksi Yudi, saksi Iskandar serta saksi Riza Fahlevi, ketiganya saat ditanya PH terdakwa, apakah para saksi mengetahui kalau terdakwa Joko Edi Purwanto menerima uang dari proyek USB ini.
Ketiga saksi menyatakan, tidak melihat dan tidak tahu, terkait aliran uang tersebut.
Saksi Iskandar, menegaskan bahwa tidak ada CCO di bulan Oktober 2022, seharusnya berkas itu ditampilkan, diringkasan kontraknya tidak ada CCO, urai saksi kepada kuasa hukum kontraktor Adi Saputra dan kuasa hukum Indra konsultan pengawas.
Riza Fahlevi mengatakan, bila pekerjaan USB ini ia mengetahuinya, namun saat ada masalah tidak tahu, sebenarnya wajib diberi tahu.
“Saya tahunya saat ada pemeriksaan reguler dari BPK dan kalau ada perubahan harusnya dilaporkan ke KPA,” terangnya.
Majelis hakim Pitriadi menegaskan, bahwa sejak awal perencanaan ini sembrono semua, seperti gambar sekolah awal tidak ada kemiringan, tapi sewaktu pengerjaan ada kemiringan, makanya itu harus dibuat CCO, jadi CCO ini dari mana kita bingung? harus dilampirkan dalam pengajuan pembayaran, urai majelis hakim.
“Tidak ada CCO itu dalam proses pencairan yang mulia,” tegas saksi Iskandar.
Sementara itu terdakwa Adi Saputra, soal laporan BPK terkait potensi pidana kepada saksi Riza, pada tanggal 18 Maret, saya melunasi saat ditagih BPK, temuan dan setornya Rp 73 juta kepada BPK.
“Saya tidak tahu soal itu,” tegas Riza Fahlevi.