Example 728x250 Example 728x250
BERITA TERKINIHUKUM & KRIMINAL

Niat Bantu Petani untuk Dapatkan Pupuk Murah Ahmad Effendy Merasa Dikriminalisasi oleh Aturan

×

Niat Bantu Petani untuk Dapatkan Pupuk Murah Ahmad Effendy Merasa Dikriminalisasi oleh Aturan

Sebarkan artikel ini

MATTANEWS.CO, PALEMBANG – Sidang perkara dugaan mengedarkan pupuk tidak memiliki label resmi merk Avatara, yang menjerat terdakwa Ahmad Effendy Noor, kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, dengan agenda menghadirkan 5 orang saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel, Senin (18/11/2024).

Sidang diketuai oleh majelis hakim Sangkot Lumban Tobing SH MH, dihadiri oleh tim penasehat hukum terdakwa, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel Rini Purnamawati, melalui Jaksa pengganti pengganti Dyah Rahmawati, serta menghadirkan 5 orang saksi dari pihak Kepolisian dan saksi Fakta.

Dalam persidangan salah satu Saksi dari pihak Kepolisian yang melakukan penangkapan mengatakan, bahwa dalam kejadian tersebut, saat ditanya majelis hakim terkait kebenaran pupuk tersebut palsu atau tidak, saksi mengatakan di hadapan majelis hakim bahwa pupuk tersebut tidak palsu.

“Pupuk tersebut tidak palsu yang mulia dan kondisinya bagus, dalam perkara ini saksi kami sangkakan dengan dugaan masalah izin edar dan undang-undang perlindungan konsumen yang mulia,” terang saksi.

Mendengarkan jawaban saksi, majlis hakim mempertanyakan kepada saksi terkait izin edar pupuk Avatara, yang diedarkan oleh terdakwa dan saksi menjawab bahwa ada izin edarnya tahun 2014.

“Pupuk ini ada izin edarnya yang mulia tapi tahun 2014 yang lalu terdaftar dan saat ini posisi nya mati belum diurus atau belum dilanjutkan kembali,” terang saksi.

Dari keterangan saksi tersebut, tim penasehat hukum terdakwa menepis keterangan saksi, dengan menunjukan bukti beberapa izin yang telah diperbaharui terkait peredaran pupuk Avatara tersebut.

Dan saat diwawancarai melalui Adi SH selaku penasehat hukum terdakwa Ahmad Effendy Noor mengatakan, bahwa dalam perkara ini klien nya diduga dikriminalisasi oleh aturan padahal dalam perkara ini klien kami niatnya menolong petani.

Karena semua perizinan saat klien kami ditangkap, kami sudah melakukan uji efektivitas dengan Universitas Padjadjaran (Unpad) dan terkait untuk melaksanakan uji efektivitas tersebut untuk mengeluarkan satu surat izin sebesar Rp 40 juta, kemudian ada petani menawarkan untuk menguji pupuk untuk menguji pupuk tersebut dan dari tawaran tersebut 1 Petani klien kami kasih 1 ton untuk di uji coba dan semuanya sukses.

“Pertanyaan paling mendasar, apakah ada petani yang dirugikan dalam perkara ini? jawabannya tidak ada satupun petani yang dirugikan, sebagai salah satu pengusaha pribumi atau anak bangsa yang ingin berkreasi dengan dikriminalisasi dengan aturan seperti ini, tentu menurut kami logikanya tidak berimbang,” tegasnya.

Terkait dakwaan JPU bahwa klien kami mengedarkan pupuk tanpa izin, Adi menjelaskan, bahwa klien kami membeli izin tersebut tahun 2020 saat itu masih CV dan diperbaiki dan diajukan untuk menjadi PT.PT.Nividia Pratama Katulistiwa, lalu klien kami mengajukan uji efektivitas di Unpad dan semua uji tersebut, ketika persoalan ini muncul klian kami telah menyampaikan, bahwa semua ini sedang melakukan uji efektivitas untuk mengupayakan perizinan.

“Namun penyidik beranggapan klien kami mengedarkan pupuk tanpa izin, seharusnya perkara ini larinya ke perdata karena terkait perizinan saja, bukan karena tindak pidana, karena dalam pemeriksaan klien kami dijerat dalam perkara mengedarkan pupuk tanpa izin dan perlindungan konsumen, sedangkan dalam perkara ini tidak ada petani yang dirugikan,” terangnya.

Terkait urusan pembayaran, tentu urusannya bukan dengan klien kami tapi dengan Aziz selaku koordinator di Palembang, karena klien kami ini bukan orang sini dan kedatangan klien kami ke Palembang di undang oleh bukan datang dengan menawar-nawarkan, semua bukti video ada.

“Kami tidak merasa mengedarkan pupuk tanpa legalitas, kami tidak merasa seperti itu, makanya kami merasa dikriminalisasi dalam perkara ini, kami niatnya membantu petani dan memberi manfaat kepada petani, saat pemusnahan pupuk sebanyak 300 ton, malah ada celetukan dari petugas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) mengapa pupuk ini tidak dibagikan kepada petani, padahal petani sangat membutuhkan pupuk, seharusnya dilakukan pembinaan bukan seperti ini, harapan kami tumbuh kembangkan anak bangsa yang punya potensi, banyak putra-putri bangsa yang mambantu ketahanan pangan nasional, dan klien kami membantu petani,” tutupnya.