MATTANEWS.CO, PALEMBANG – Sidang perkara dugaan korupsi Pengelolaan Dana Korpri Kabupaten Banyuasin tahun anggaran 2022-2023, yang menjerat Dua orang terdawa Bambang Gusriandi selaku Sekretaris dan terdakwa Mirdayani selaku Bendahara Korpri Kabupaten Banyuasin, diperkirakan merugikan keuangan negara sebesar Rp 342 juta kembali bergilir di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, dengan agenda menghadirkan beberapa saksi, Kamis (8/8/2024).
Sidang diketuai oleh majelis hakim Masriati SH MH, dihadiri oleh Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Banyuasin, serta menghadirkan beberapa saksi diantaranya, Bukhori yang merupakan Ketua Pelaksana menggantikan Ketua Korpri yang lama Asmi yang purna tugas,
Saat diwawancarai usai sidang, Arief Budiman yang merupakan tim penasehat hukum terdakwa Bambang mengatakan, saksi Bukhori yang merupakan ketua pelaksana yang dibentuk berdasarkan hasil rapat, dan dalam hasil rapat juga bahwa menggantikan Spice Man tanda tangan klien kami Bambang.
“Sehingga per 1 Juli, tidak ada lagi keterlibatan klien kami Bambang, semua pengeluaran uang tersebut adalah tanda tangan Bendahara dan saksi Bukhori, dan berdasarkan temuan hasil audit ada kerugian negara di bulan Juli saksi Bukhori mengakui tidak ada keterlibatan klien kami, karena pada saat itu Bambang tidak ada terlibat apa-apa di Korpri, semua surat menyurat yang kita tampilkan Disposisi semua atas perintah Buchori dan pelaksanaannya oleh Bendahara,” tegas Arief.
Arief juga menjelaskan, saksi Bukhori mengakui per 1 Juli sampai September yang ada kerugian negara tersebut bukan di zaman terdakwa Bambang.
“Artinya ada kesalahan Audit, mengapa memasukan di Juli sampai September dengan terdakwa Bambang, kalau tim audit memisahkan ini untuk terdakwa Mirdayani saja tidak masalah, tapi ini dijadikan satu paket bahwa yang bersalah 2 orang, padahal Bambang tidak terlibat di Juli sampai September untuk pengeluaran uang, dan saksi sudah mengakui semuanya,” terangnya.
Terkait keterangan dalam sidang sebelumnya yang disampaikan oleh saksi-saksi yaitu saksi Babul, saksi Salni, saksi M.Yusuf, saksi Zakhirin dan termasuk saksi Hasmi selaku Ketua Korpri terkait pernyataan bahwa Korpri tidak pernah melaksanakan rapat akhirnya terbantahkan dengan ketengan saksi Bukhori dan ditujukan no tulen rapatnya.
“Artinya apa? ini ada indikasi bahwa saksi-saksi sebelumnya berbohong, karena ada bukti no tulen rapat, jadi aoa yang disampaikan bahwa Korpri seolah-olah Serampangan tanpa ada rapat, ternyata ada digelar rapat, harapan kami kesimpulannya adalah bahwa perkara ini ada penitipan uang terlebih dahulu baru penetapan tersangka, seolah-olah dalam perkara ini hanya mencari bentuk pengakuan, karena ada pengembalian uang yang dipaksa oleh Sekretaris Daerah (Sekda) barulah ditetapkan tersangka, artinya penetapan tersangka dalam perkara ini karena ada penitipan pengembalian kerugian negara dan ini dipaksakan.
Jika kemarin tidak ada penitipan uang, mungkin penuntut umum dalam hal ini penyidik tidak bisa menjadikan tersangka, dan ini lah yang dijadikan dasar seolah-olah ada bentuk pengakuan.
“Padahal, ini suatu pemaksaan dari Sekda yang diminta oleh Kejaksaan, mereka semua tidak tahu ini uang apa, mengapa harus dikembalikan, tapi dengan kata “Biar Kito Aman Galo, Kato Sekda Mako Balik Ke” (Biar kita aman semua, kata Sekda maka kembalikan) dan berdasarkan keterangan saksi Adechatd yaitu saksi Sri Andani yang merupakan istri terdakwa Bambang mengatakan, bahwa dipaksa tampa memberikan waktu Sekda memerintahkan untuk mengembalikan uang pada hari itu juga, ini bentuk pemaksaan, namun setelah dikembalikan mala jadi tersangka, ini bentuk tekanan, endingnya adalah bahwa ada pihak lain yang terlibat,” tutup Arief