Example 728x250 Example 728x250
BERITA TERKINIHUKUM & KRIMINAL

Saksi PPK Ungkap Ada Kelebihan Bayar Sebesar Rp 1,3 Triliun dan Rp 81 Miliar Dalam Pengerjaan LRT

×

Saksi PPK Ungkap Ada Kelebihan Bayar Sebesar Rp 1,3 Triliun dan Rp 81 Miliar Dalam Pengerjaan LRT

Sebarkan artikel ini

MATTANEWS.CO, PALEMBANG – Sidang dugaan korupsi Kegiatan Pekerjaan Pembangunan Prasarana Light Rail Transit (LRT) tahun anggaran 2016-2020, yang menjerat empat orang Terdakwa diantaranya Tukijo selaku eks Kepala Divisi ll PT Waskita Karya, Ignatius Joko Herwanto eks Kepala Gedung ll PT Waskita Karya Septian Andri Purwanto Kepala eks Divisi Gedung lll PT Waskita Karya dan Bambang Hariadi Wikanta selaku Direktur Utama PT Perenjtana Djaya, yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 74 miliar, bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, dengan agenda menghadirkan saksi-saksi. Selasa (21/1/2025).

Sidang diketuai oleh Fauzi Isra SH MH, dihadiri Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel, empat terdakwa didamping oleh penasehat hukumnya, serta dihadiri oleh beberapa saksi yaitu, Jumardi selaku PPK, Taufik Hidayat selaku PPK, Aditya selaku PPK, Aditya selaku PPK, Dimas selaku PPK, Agus Wahyudianto, Hadi Pranoto Dirut PT.Trisula.

Dalam kesaksiannya, Jumardi selaku PPK periode ke II tahun 2016 dari Kementrian Perhubungan, mulai pengerjaan LRT tahun 2015, saya menjabat selama 7 bulan, tidak ada dokumen dari PPK sebelumnya tapi langsung masuk ke Kontrak, pengerjaannya dari anggaran Kementrian Perhubungan, saat itu Penguasa Pengguna Anggaran (PPA) Direktur Prasarana Perkeretaapian.

“Metode penugasan yang diberikan oleh Presiden kepada PT.Waskita Karya, Waskita Karya boleh atau tidaknya menunjuk kontraktor lain dalam mengerjakan LRT itu merupakan internal Waskita Karya, metode untuk melakukan Pengadaan Barang dan Jasa ada beberapa metode, Lelang, Tender, dan Penunjukan, Langsung, berdasarkan Peraturan Presiden No:54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa,” terangnya.

Jumardi menjelaskan bahwa dirinya mengetahui saat saya bertugas sudah ada masalah, saat pelaksanaannya belum ada ketersediaan anggaran, saya mendengar berita tersebut dari Menteri Keuangan, menurut saya anggaran seharusnya sudah tersedia terlebih dahulu dan menurut saya ini salah satu kendala, yang harus membuat perencanaan adalah pemerintah provinsi Sumsel yaitu Gubernur, Trase tidak ada di Kementrian Perhubungan, dalam Perpres 116 direvisi dirubah menjadi Perpres 55, HPS Kewajiban Kementrian Perhubungan untuk membuat HPS merupakan Kewajiban

“Besarnya anggaran awal yang mengajukan adalah Waskita Karya dan harus dievaluasi oleh Kementrian Perhubungan setelah itu baru anggaran disepakati, besarnya anggaran usulan oleh Waskita Karya sebesar Rp 12,5 Triliun, setelah dievaluasi oleh Konsultan yang ditunjuk oleh Kementrian Perhubungan, dari situ baru disepakati anggaran untuk pembangunan LRT,” ujarnya.

Salah satu saksi selaku PPK mengatakan, Atas usulan Dirjen yaitu Ir Prasetyo, kendala dilapangan saat pengerjaan kami melakukan koordinasi dengan pihak terkait, Kepolisian, Kejaksaan dan TNI, Addendum pokoknya adalah perubahan nilai kontrak dari Rp 12,5 Triliun menjadi Rp 10,9 Triliun, biaya perencanaan dalam kontrak antara Waskita dan PPK saya tidak ingat, terjadinya perubahan Addendum karena adanya perubahan.

“Sempat terjadi beberapa kali pergantian PPK, setiap pergantian pasti ada alasan, saya di ganti kan oleh Taufik Hidayat karena PPK tidak boleh menjabat lebih dari 2 tahun ditempat yang sama, yang jadi masalah terjadi penyimpangan berdasarkan hasil Audit BPK, hasil Audit BPK ada kelebihan bayar sebesar Rp 1,3 Triliun, pekerjaan sudah selesai 100 persen, semua anggaran belum sepenuhnya dicairkan oleh Waskita Karya, dari BPKP ada yang belum dibayarkan sebesar Rp 81 miliar hingga tahun 2024,” terangnya.