MATTANEWS.CO, PALEMBANG – Kaum perempuan sangat memerlukan perlindungan dari pemerintah dan semua pihak dalam kehidupannya. Sebab kekerasan bagi kaum perempuan masih sering terjadi dan kerap ditemukan di semua lini kehidupan, bahkan hampir di seluruh daerah terjadi hal demikian.
Di Sumatra Selatan saja, kekerasan pada kaum perempuan sering ditemui. Bukan hanya karena pelecehan seksual, bahkan penganiayaan dan hal-hal yang menyakiti kaum perempuan juga terus terjadi.
Karena itu, kaum perempuan sangat berharap adanya pemerintah melalui pembentukan RUU penghapusan kekerasan seksual (RUU PKS). Bahkan berdasar informasi dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dalam waktu 12 tahun terakhir kasus kekerasan perempuan di Tanah Air meningkat hingga 800 persen.
Apalagi saat pandemi Covid-19 yang sudah berjalan selama setahun belakangan, kasua kekerasan berbasis gender online meningkat selaras dengan peningkatan aktivitas dunia digital. Pada 2020 saja, terdapat 510 kasus kekerasan berbasis gender online. Jumlah ini meningkat dari tahun 2019 yang tercatat hanya 126 kasus. Adapun kekerasan yang mendominasi yakni kekerasan psikis sekitar 49 persen, kekerasan seksual 48 persen, dan kekerasan ekonomi 2 persen.
Pengesahan RUU PKS di Indonesia terus mendapat dukungan dari berbagai pihak. Bahkan hingga 29 Maret 2021, melalui website https://www.tbsfightforsisterhood.co.id/ sudah ada sebanyak 477.763 orang sudah memberikan petisi dukungan atas pengesahan RUU PKS tersebut.
Diinisiasi oleh The Body Shop Indonesia, harapan besar agar masyarakat terlibat aktif dalam mendukung RUU PKS ini. “Kampanye stop sexual violence ini untuk mengawal pengesahan RUU PKS di Indonesia. Sejak diluncurkan 5 November 2020 lalu, kami targetkan petisi bisa mencapai 500.000. Target kami agar RUU PKS segera diputus menjadi Undang-Undang yang sah,” kata Ratu Ommaya, Public Relations and Community Manager The Body Shop Indonesia, belum lama ini.
Ia menjelaskan, dengan disahkannya RUU PKS ini dapat mencegah atau mengurangi kekerasan seksual karena dalam substansi kebijakan sudah mencakup aspek pidana, aspek pemulihan dan upaya penghapusan kekerasan seksual.
RUU PKS juga memperluas cakupan kekerasan seksual meliputi 9 perilaku yang dikelompokkan sebagai kekerasan seksual. RUU PKS juga berbicara mengenai hukum acara pidana yang berkaitan erat dengan sikap penegak hukum terhadap korban. RUU PKS melarang aparat penegak hukum untuk merendahkan, menyalahkan korban dan membebankan korban. RUU PKS adalah kebijakan yang dapat memberikan perlindungan dan pemulihan korban, termasuk dengan melibatkan peran masyarakat dan tokoh daerah. Kedua aspek ini dapat mengedukasi masyarakat terkait kekerasan seksual.
“Kami mengajak generasi muda Indonesia untuk menghentikan kekerasan seksual melalui berbagai kegiatan yang melibatkan banyak pihak. Selain mengumpulkan petisi, kami juga aktif dalam pemberian materi edukasi mengenai sex education yang mudah dipahami masyarakat awam, yang dapat diakses melalui #TBSFightForSisterhood,” kata dia.
Dan menariknya, saat ini RUU PKS secara resmi disahkan masuk dalam Prolegnas Prioritas 2021 sesuai kesepakatan Rapat Kerja Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada 9 Maret 2021 lalu.
Kabar ini tentunya merupakan hasil perjuangan dari kampanye yang sudah sejak lama dilakukan. Owner & Executive Chairperson The Body Shop Indonesia, Suzy Hutomo mengatakan, masuknya RUU PKS dalam Prolegnas Prioritas 2021 adalah harapan yang terwujud.
“Kami sangat menyambut positif perkembangan RUU PKS yang sedang terus bergulir di DPR RI artinya ada kebijakan tepat dari pemerintah untuk memberikan perlindungan dan keadilan bagi korban kekerasan seksual. Ini juga merupakan harapan dan titik cerah bagi perjuangan semua pihak,” kata dia.
Diketahui kampanye stop sexual violence selama ini didukung banyak pihak, diantaranya Yayasan Pulih, Magdalene, Makassar International Writers Festival, LSM, media, komunitas, kalangan kampus, praktisi, aktivis serta key opinion leader yang punya misi dan semangat yang sama dalam penghapusan kekerasan seksual.
“Kita semua harus terus mengawal proses pembahasan karena perjalanan pembahasan dalam satu tahun ini diperlukan substansi yang tepat untuk menangani persoalan kekerasan seksual di Indonesia,” jelas Suzy.
Sementara itu, Public Relation Yayasan Pulih, Wawan Suwandi mengatakan, kekerasan perempuan masih menjadi momok bagi masyarakat di Indonesia. Karena itu perlu adanya edukasi guna mencegah kekerasan seksual. Tak sekedar mencegah, perlu juga adanya informasi yang tepat terhadap apa yang harus dilakukan bila menjadi korban, menjadi bagian keluarga ataupun teman korban bila kekerasan itu terjadi di lingkungan terdekat.
“Edukasi sangat penting agar bisa mencegah kekerasan seksual, tapi selain itu juga perlu adanya informasi soal bagaimana yang harus dilakukan saat menjadi korban, keluarga, ataupun teman dekat dari korban,” kata dia.
Hal itu sangat penting lantaran penegakan hukum untuk kasus kekerasan seksual saat ini masih belum ditopang oleh regulasi yang secara spesifik terkait kekerasan seksual dan berpihak pada korban.
“Inilah yang menjadi alasan kita mendesak agar DPR RI mengesahkan RUU PKS ini. Kita berharap anggota Dewan tidak mengeluarkan lagi RUU tersebut, tetapi sebaliknya mengesahkannya menjadi Undang-undang,” jelasnya.
Desakan untuk segera disahkan RUU PKS ini juga datang dari Editor in Chief & Co-Founder Magdalene.co, Devi Asmarani. Diakuinya, sebuah survei daring yang dilakukan Magdalene.co bersama Lentera Sintas Indonesia dan difasilitasi oleh Change.org Indonesia pada 2016 menunjukkan hanya 7 persen dari penyintas yang melaporkan kasus mereka ke aparat hukum.
Dari yang melaporkan tersebut, hanya satu persen yang kasusnya terselesaikan. Hasil survei ini selaras dengan data-data yang dikeluarkan oleh sejumlah lembaga di Indonesia, baik lembaga pemerintahan maupun swasta, yang menunjukkan betapa Indonesia telah menghadapi darurat kekerasan seksual.
“Ini yang membuat kami mendesak agar DPR mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual pada tahun 2021. Pemerintah dan segenap aparatur negara menjadikan penghapusan kekerasan seksual sebagai salah satu prioritas kebijakan. Juga agar segenap masyarakat mendukung upaya menghapus kekerasan seksual di Indonesia,” pungkasnya.