Tantangan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam Mewujudkan Smart ASN Melalui Pelatihan dan Pengembangan SDM

Tantangan lainnya yaitu dari jumlah ASN sebanyak 4.286.918 pegawai, hanya sebanyak 572.000 pegawai yang telah melek teknologi (Kompas.com, 2019). Hal tersebut, menunjukkan bahwa hanya sebesar 13,35% pegawai yang mampu memanfaatkan teknologi. Oleh karena itu, dalam mewujudkan Smart ASN Kemenpan-RB perlu meningkatkan kegiatan pelatihan dan pengembangan, namun hal ini berjalan tidak efektif padahal berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 menjelaskan tiap ASN memiliki hak untuk mengembangkan kompetensinya minimal 20 jam pelajaran setiap tahun (LAN, 2018). Hal tersebut terjadi diakibatkan minimnya alokasi anggaran yang diberikan oleh suatu instansi dalam mengadakan pelatihan dan pengembangan, hal ini menjadi miris karena berdasarkan Reformasi Kepegawaian yang digaungkan oleh Kemenpan-RB bahwa ASN adalah aset bagi negara. Adapun peraturan terkait besaran anggaran pengembangan dan pelatihan yang harus dipenuhi oleh Pemerintah Daerah telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2019, yaitu bagi Pemerintah Provinsi minimal sebesar 0,34% dan Pemerintah Kabupaten/Kota sebesar 0,16% (Kementerian Dalam Negeri, 2019). Salah satu instansi yang telah melanggar peraturan tersebut yaitu Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang mengalokasi anggaran BPSDM tahun 2020 hanya sebesar 0,17% dan anggaran BPSDM teknis sebesar 0,07% (Pemerintah Provinsi Jawa Barat, 2020). Hal tersebut menunjukkan Pemprov Jawa Barat hanya memenuhi setengah dari besaran alokasi BPSDM yang ditetapkan dalam Permendagri, sehingga ASN tidak mendapatkan hak pengembangan kompetensi dengan layak dan pelaksanaan pengembangan dan pelatihan menjadi tidak maksimal. Oleh karena itu, Kemenpan-RB menjadi terhambat dalam mewujudkan Smart ASN yang kompeten.
Selain itu, pelaksanaan talent pool yang dilakukan BKN dengan koordinasi Kemenpan-RB juga dinilai tidak efektif. Hal tersebut disebabkan oleh hasil pengolahan talent pool yang hanya bersifat rekomendasi untuk calon pimpinan, sehingga apabila suatu instansi tidak memperhatikan rekomendasi talent pool yang diberikan maka hal ini belum termanfaatkan dengan baik (Angga, 2017). Adapun, guna memetakan seluruh ASN dengan jabatan terbaik yang sesuai kompetensinya dibutuhkan implementasi manajemen talenta nasional ASN. Hal tersebut dapat memudahkan terwujudnya Smart ASN karena mampu meningkatkan kecepatan dan akurasi pelayanan publik, namun manajemen talenta nasional ini masih dalam tahap perencanaan dan belum diberlakukan (Humas MenPANRB, 2019). Dengan demikian, Kemenpan-RB perlu segera menetapkan sistem manajemen talenta nasional agar tiap institusi dapat mengetahui dan menempatkan pegawai sesuai dengan kompetensinya. Hal tersebut, dapat memicu motivasi pegawai untuk mengembangkan dirinya sehingga kualitas dan kompetensi SDM akan meningkat, kemudian mendorong terwujudnya Smart ASN di Indonesia.

Ketiga penulis saat ini sedang menempuh pendidikan di jurusan Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia

Bagikan :

Pos terkait