MATTANEWS.CO, PALEMBANG – Ngobeng merupakan adat dan tradisi Kota Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel) dalam menghidangkan makanan. Biasanya, ngobeng terdahulu dilakukan pada hari keagamaan, pernikahan, khitanan dan lainnya.
Namun seiring berjalannya waktu, tradisi peninggalan leluhur Palembang itu kian tergerus. Bahkan nyaris tak bisa ditemukan lagi, sejak pola itu tergantikan dengan namanya prasmanan atau semacamnya. Tak hanya itu, istilah ngobeng di kaum milenial begitu terdengar asing, apalagi menikmati suasana dari ngobeng itu sendiri.
Menanggapi hal itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Kue dan Kuliner (Aspenku) Sumsel, Yus Elisa mencoba, untuk mengenalkan dan melestarikan tradisi ngobeng, yang membuktikan bahwa Kota Palembang merupakan kota peradaban sejak lama.
“Ngobeng itu adalah makan yang dihidangkan dengan minimal 10 hidangan, yang diadakan setiap agenda besar di Palembang,” kata perempuan yang akrab disapa Bunda Rayya, saat memberikan pengarahan kepada Finalis Duta Kuliner Sumsel, bertempat di Gedung DPD RI Sumsel, Rabu (23/2/2022).
Dijelaskan Bunda Rayya, yang dihidangkan saat ngobeng adalah nasi, baik nasi putih maupun nasi minyak, dan di wadah terpisah terdapat lauk pauk yang dihidangkan secara bersamaan. Selain itu, ngobeng juga dilakukan dalam bentuk lingkaran yang diisi sebanyak 8 orang saling berhadapan.
Pada tradisi ngobeng, masih dikatakan Bunda Rayya, banyak hal yang bisa didapat. Seperti bekerja sama dalam menyajikan makanan, mendahulukan yang lebih tua sebagai bentuk sopan santun dan bisa saling bercengkrama satu sama lain.
“Bentuk ngobeng itu lesehan dan makannya juga pakai tangan. Dengan ngobeng, kita juga diajarkan arti kerjasama dalam menghidangkan makanan,” tutur pemilik Dapur Bunda Rayya itu.
Maka dari itu, Bunda Rayya mengajak pemuda atau kaum milenial untuk melestarikan budaya Palembang itu. Sehingga, tradisi ngobeng tidak hilang dimakan zaman, serta kembali dilakukan oleh warga Palembang dalam ada kegiatan-kegiatan besar.
”Sekarang kan sudah langka, kita kenalkan lagi. Yang pasti kaum milenial harus mencintai budaya Palembang ini, agar tetap berjaya dan tidak dimakan zaman,” tutup Bunda Rayya.