Reporter : Faldy
PALEMBANG, Mattanews.co – Dilatarbelakangi dari suatu keprihatinan yang menyertai perkembangan yang ada, baik teknologi maupun informasi, bahwa betapa saat ini masyarakat dengan mudah membuat film, mudah menyebar film dan mudah mengakses film, padahal tidak semua film yang beredar itu melalui proses sensor yang jelas sertifikasinya dan ternyata tidak semua kontennya layak di tonton untuk usia tertentu.
“Hal ini lah yang menjadi landasan Lembaga Sensor Film (LSF) RI, membuat program literasi budaya sensor mandiri ini,” jelas Ketua LSF RI, DR. Ahmad Yani Basuki, Usai Sosialisasi Budaya Sensor Mandiri, di Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang, Sabtu (27/10/2018).
Ahmad Yani menilai, kesadaran masyarakat, untuk memilih film sebagai tontonan yang layak, masih sangat jauh dari yang diharapkan, oleh karena itu LSF hadir ditengah masyarakat untuk mengingatkan tentang persoalan ini dan mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjadikan budaya sensor mandiri, yaitu prilaku sadar dan cerdas untuk memilih film sebagai tontonan.
“Kesadaran inilah yang kita ingin bangun bersama, dari situlah kami mengajak berbagai pihak,termasuk hari ini di Palembang,” ungkapnya.
Menyikapi masalah sangsi, Ahmad Yani menjelaskan, sebenarnya undang-undang perfilman sudah ada, namun belum semuanya diatur dan semuanya juga belum di tata melalui peraturan pemerintah maupun peraturan menteri terutama yang mengatur tentang sangsi.
“Memang dijelaskan di undang-undang, apabila melanggar peraturan akan di kenai sangsi, nah bagaimana pelaksanaannya, siapa eksekutornya, itulah yang masalah sekarang ini, sementara LSF tidak berdiri sebagai eksekutor,” ujarnya.
Sementara itu Lanjut Ahmad Yani, LSF sendiri sudah melakukan kerjasama dengan pihak kepolisian, seperti kasus-kasus yang pihaknya hadapi, semisalnya pelanggaran budaya sensor mandiri.
“Misalnya menonton, tidak sesuai dengan klasifikasi usianya, kami akan melakukan razia-razia seperti itu nantinya,” tutupnya.
Editor : Anang