MATTANEWS.CO, PALEMBANG – Jadwal pendaftaran pasangan calon kepala daerah dalam pilkada serentak semakin mendekat pada 27 Agustus. Para calon, baik untuk tingkat provinsi, kota, maupun kabupaten, menunjukkan semangat tinggi untuk mengumpulkan dukungan minimal 20% dari partai politik di DPRD masing-masing agar bisa lolos sebagai calon definitif yang akan berlaga dalam pilkada serentak pada 27 November nanti.
Sayangnya, banyak dari mereka, beserta tim pemenangannya, tampak terlalu percaya diri hingga terjebak dalam fantasi bahwa mereka bisa merebut dukungan dari calon lain yang telah resmi mendapatkan dukungan partai tertentu.
Pandangan mereka sering kali terdistorsi oleh berbagai faktor seperti kegagalan dalam memahami dinamika internal partai, kekuatan finansial, atau hubungan khusus dengan elit partai. Mereka menganggap bahwa peluang kemenangan dalam pilkada sepenuhnya ditentukan oleh jumlah partai yang mendukung atau mengusung mereka, sebuah pemahaman yang jelas salah kaprah.
Secara sederhana, jumlah pemilih jauh lebih banyak dibandingkan jumlah “makhluk partai” tersebut. Dukungan antarpartai tidak bisa menjamin keunggulan atau peningkatan elektabilitas secara signifikan jika tidak diimbangi dengan keterhubungan yang kuat dengan rakyat.
Di sisi lain, beberapa daerah menunjukkan fenomena “boyong” atau “borong” partai, di mana kekuatan finansial dan hubungan spesial dengan pimpinan partai menjadi prioritas. Ini bukan karena potensi elektoral yang didorong oleh prestasi politik yang substansial, melainkan karena pamer kekuatan finansial dan kesepakatan khusus dengan tokoh partai.
Pilkada serentak seharusnya tidak berakhir dengan kekonyolan atau kekacauan yang merusak nilai-nilai spiritual dan kultural yang dijunjung tinggi oleh masyarakat setempat. Diharapkan proses ini tetap berlangsung sesuai dengan norma moral dan komunal yang berlaku di setiap daerah.